Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Kapal LCT Mogok, SopirTruk Kena Imbas

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

sopirAksi mogok kapal LCT itu merupakan buntut keluarnya Surat Keputusan Direktur Jenderal Pcerhubungan Darat (Hubdat) Nomor SK.885/AP.005/SRJD 2015 tertanggal 19 Maret 2015 tentang larangan penggunaan kapal tipe LCT sebagai kapal angkutan penyeberangan yang dipercepat.

Awalnya, penghapusan kapal barang itu mulai berlaku Januari 2017. Namun, tanpa alasan yang jelas, dalam surat keputusan tersebut, larangan LCT dimajukan per 9 Mei 2015. Akibat keputusan yang terkesan mendadak itu, para pengusaha pun kelimpungan.

Sebab, jika keputusan tersebut dimajukan 9 Mei 2015, para pengusaha kapal khususnya yang memiliki LCT belum memiliki persiapan. Akhirnya, para pemilik kapal LCT yang tergabung dalam Gapasdap (Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan) sepakat tidak mengoperasikan kapal-kapal LCT mulai pukul 10.00 Rabu (8/4) kemarin.

“Bisa dikatakan ini adalah bentuk protes terhadap keputusan tersebut,” kata Ketua DPC Gapasdap Banyuwangi, Novi Budiyanto, melalui Sekretaris Gapasdap, Putu Widiana. Lantaran 14 LCT yang biasa melayani rute penyeberangan di Selat Bali mogok, otomatis lalu lintas kendaraan barang menjadi tersendat.

Sebab, di Pelabuhan LCM hanya ada tiga kapal motor penumpang (KMP) yang melayani jalur penyeberangan saat 14 LCT mogok kemarin. Tampaknya, pengoperasian LCT di Pelabuhan LCM Ketapang sangat penting sekali bagi kendaraan barang yang hendak menuju maupun dari Pulau Bali.

Peran LCT bisa dikatakan sangat vital di Pelabuhan LCM Ketapang. Saat puluhan LCT tersebut mogok berlayar, antrean kendaraan mengular hingga jalan raya. Kondisi seperti itu jelas sangat merugikan pengguna jasa pelayaran yang biasa menggunakan kapal LCT khususnya para sopir truk besar.

Barang-barang yang mereka bawa tidak kunjung datang di tujuan lantaran kapal-kapal LCT yang melayani jalur pelayaran di Selat Bali tidak beroperasi. Bahkan, untuk menuju Pelabuhan LCM Ketapang dari arah utara, truk barang tersebut harus bergerak merayap.

Butuh waktu lama menuju pelabuhan lantaran antrean panjang. Seperti yang dirasakan Ridwan, 48, sopir truk asal Pare, Kediri. Saat ditemui jawa Pos Radar Banyuwangi kemarin, kendaraan yang dia kendarai masih mengantre di depan Terminal Sri Tanjung.

Menurutnya, butuh waktu tiga jam untuk sampai Terminal Sri Tanjung dari Watudodol. “Saya tadi (kemarin) sampai di Watudodol pukul 10.00, ini pukul 13.00 masih sampai di sini (Terminal Sri Tanjung). Terus sampai pelabuhan jam berapa?” ungkap sopir truk yang akan menuju Pulau Bali itu dengan nada kesal.

Marji, 40, sopir lain yang juga mengantre di depan terminal Sri Tanjung juga merasa sangat dirugikan dengan adanya kapal- kapal LCT yang mogok itu. Sebab, barang yang diangkut truk yang dikendarai dirinya adalah pakan ternak.

Barang yang diangkut harus segera sampai Bali untuk keperluan makanan ternak di sana. “Saya ini bawa pakan ternak. Barang harus cepat sampai. Kalau tidak, ternak di sana bisa mati karena pakan tidak kunjung datang, ujar sopir asal Negara, Bali, tersebut.

Jawa Pos Radar Banyuwangi pun mewawancarai para sopir yang sudah berada di dalam halaman parkir Pelabuhan LCM Ketapang. Ternyata para sopir itu sudah mengantre selama 15 jam. “Rabu malam pukul 23.00 saya sampai Watudodol.

Hari ini (Kamis) pukul 14.00 kendaraan saya baru sampai halaman parkir pelabuhan,” kata Ngurah, E, sopir truk trailer asal Denpasar, Bali. Aksi mogok puluhan LCT itu juga mendapat komentar para sopir. Selain komentar, mereka merasa dirugikan.

Para sopir merasa menjadi kelinci percobaan terkait aturan yang berlaku. “Kita ini korban. Mungkin yang buat peraturan hanya mencoba menerapkan aturan. lmbasnya kan truk antre, tapi tetap kita yang dirugikan. Biaya makan bertambah, Bos. Barang yang kita bawa juga tidak kunjung sampai,” keluh Priyo, 40, sopir truk trailer ekspedisi. (radar)