Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Korban Perundungan Minta Pindah Sekolah, Mengaku Dipaksa Sekolah Menandatangani Pernyataan yang Tidak Benar

korban-perundungan-minta-pindah-sekolah,-mengaku-dipaksa-sekolah-menandatangani-pernyataan-yang-tidak-benar
Korban Perundungan Minta Pindah Sekolah, Mengaku Dipaksa Sekolah Menandatangani Pernyataan yang Tidak Benar
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Radarbanyuwangi.id – Korban perundungan berinisial RA, 14, siswa SMP 17 Agustus 1945 Muncar, hingga Jumat (1/3) masih belum mau masuk ke sekolah karena trauma.

Malahan, bocah kelas 8 itu menyampaikan pasa orang tuanya ingin pindah sekolah.

Setelah kasus perundungan terjadi pada Senin (19/2), dan sempat menjadi perhatian masyarakat, RA sudah kembali ke sekolah.

Hanya saja, bocah asal  Dusun Sukosari, Desa Blambangan, Kecamatan Muncar, itu mengaku mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari salah satu gurunya.

“Saya disindir terus oleh salah satu guru, jadi tidak nyaman ke sekolah,” ungkapnya, Jumat (1/3).

Karena sindiran dari gurunya itu, RA semakin takut untuk masuk sekolah. Ia menyampaikan kepada orang tuanya untuk pindah sekolah.

“Minta pindah sekolah saja, takut ada yang dendam lalu mencegat saya,” cetusnya.

RA mengaku oleh sekolah sempat diminta menandatangani surat pernyataan yang isinya tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya.

Di surat yang harus ditandatangani itu, ia hanya dipukul oleh dua orang. “Padahal yang memukuli saya banyak,” cetusnya.

Kepala SMP 17 Agustus 1945, Yuliati mengaku tidak pernah memaksa siswanya yang jadi korban perundungan itu untuk menandatangani surat pernyataan.

“Itu bukan surat pernyataan, tapi laporan tertulis yang kami buat untuk laporan ke Dispendik (Dinas Pendidikan Banyuwangi),” dalihnya.

Terkait RA yang tidak mau kembali ke sekolah, Yuliati menyebut itu karena faktor psikologis.

Berita tentang perundungan di sekolahnya ramai, dan siswa itu tidak berani sekolah. “Faktor psikologis,” katanya.

Yuliati menyebut, RA itu tergolong siswa yang kerap terlambat dan beberapa kali tidak masuk sekolah.

Sebelum kejadian yang katanya dipukuli itu, beberapa kali terlambat masuk sekolah dan absennya bolong-bolong.


Page 2

“Ke sekolah sering terlambat,” ujarnya.

gas-kepala-smp-17-agustus-1945-yuliati-7

Kepala Sekolah : Yuliati (Lugas)

Ibu kandung RA, Tumiasih, 43, menyampaikan penyebab anaknya sering terlambat karena sepeda motor harus digunakan bergantian dengan ayahnya bekerja.

“Kalau pagi memang begitu, gentian pakai motornya, jadi sering terlambat,” ujarnya.

Sedangkan tudingan kepala sekolah RA sering tidak masuk, Tumiasih menyebut anaknya memang beberapa kali pulang lebih awal.

“Katanya tidak ada pelajaran, jadi langsung pulang ke rumah,” ungkapnya.

Terkait permintaan anaknya untuk pindah sekolah, Tumiasih mengaku masih belum memutuskan.

“Masih belum tahu pindah ke mana. Sementara ini, tidak sekolah dulu biar anak saya tenang,” katanya.

Seperti diberitakan harian ini sebelumnya, dugaan ada perundungan di SMP 17 Agustus 1945, Desa Blambangan, Kecamatan Muncar, banyak menyebar di tengah masyarakat, Rabu (28/2).

Salah satu siswa kelas 8 di sekolah itu, menjadi korban perundungan kakak kelasnya dan sempat tidak mau sekolah lagi.

Perundungan itu, terjadi pada Senin (19/2), dan yang menjadi korban RA, 14, asal Dusun Sukosari, Desa Blambangan, Kecamatan Muncar.

“Awalnya anak saya itu hanya mengaku sakit perut,” ujar ayah kandung RA, Sahnan.

Karena mengaku sakit perut, oleh Sahnan anaknya itu diminta tidak sekolah hingga rasa sakitnya reda.

“Anak saya tidak mengaku kalau perutnya habis dipukul, hanya bilang sakit. Jadi saya kira sakit perut biasa,” ungkapnya.(gas/abi)


Page 3

Radarbanyuwangi.id – Korban perundungan berinisial RA, 14, siswa SMP 17 Agustus 1945 Muncar, hingga Jumat (1/3) masih belum mau masuk ke sekolah karena trauma.

Malahan, bocah kelas 8 itu menyampaikan pasa orang tuanya ingin pindah sekolah.

Setelah kasus perundungan terjadi pada Senin (19/2), dan sempat menjadi perhatian masyarakat, RA sudah kembali ke sekolah.

Hanya saja, bocah asal  Dusun Sukosari, Desa Blambangan, Kecamatan Muncar, itu mengaku mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari salah satu gurunya.

“Saya disindir terus oleh salah satu guru, jadi tidak nyaman ke sekolah,” ungkapnya, Jumat (1/3).

Karena sindiran dari gurunya itu, RA semakin takut untuk masuk sekolah. Ia menyampaikan kepada orang tuanya untuk pindah sekolah.

“Minta pindah sekolah saja, takut ada yang dendam lalu mencegat saya,” cetusnya.

RA mengaku oleh sekolah sempat diminta menandatangani surat pernyataan yang isinya tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya.

Di surat yang harus ditandatangani itu, ia hanya dipukul oleh dua orang. “Padahal yang memukuli saya banyak,” cetusnya.

Kepala SMP 17 Agustus 1945, Yuliati mengaku tidak pernah memaksa siswanya yang jadi korban perundungan itu untuk menandatangani surat pernyataan.

“Itu bukan surat pernyataan, tapi laporan tertulis yang kami buat untuk laporan ke Dispendik (Dinas Pendidikan Banyuwangi),” dalihnya.

Terkait RA yang tidak mau kembali ke sekolah, Yuliati menyebut itu karena faktor psikologis.

Berita tentang perundungan di sekolahnya ramai, dan siswa itu tidak berani sekolah. “Faktor psikologis,” katanya.

Yuliati menyebut, RA itu tergolong siswa yang kerap terlambat dan beberapa kali tidak masuk sekolah.

Sebelum kejadian yang katanya dipukuli itu, beberapa kali terlambat masuk sekolah dan absennya bolong-bolong.