Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Malu dengan Tetangga, Istri masih Menenangkan Diri di Rumah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Keseharian-Syaifur-Rohman-setelah-Bebas-dari-Sekapan-Bos-UD-Makmur-Bersaudara

RAUT kelegaan belum muncul sempurna di wajah Syaifur Rohman ketika ditemui di rumah orang tuanya di Desa Tambong kemarin. Meski telah dibebaskan dari “tahanan” perusahaan, dia masih harus menyelesaikan tanggung  jawab kepada pihak perusahaan.

Tidak banyak aktivitas yang dilakukan Syaifur setelah keluar dari gudang material tempat dia diisolasi selama sebulan lebih. Ayah satu anak itu mengaku masih bingung mengambil langkah dalam menyelesaikan masalahnya. Apalagi, dia mengaku masih malu keluar  rumah setelah penyekapan itu.

“Sekarang masih minta tolong bapak atau adik untuk menguruskan sesuatu,” ujar mantan sales yang terlibat utang ke perusahaannya tersebut. Tidak hanya dia, istrinya juga tidak berani keluar rumah. Bahkan, dia tidak mengunjungi Syaifur di rumah kediaman orang tuanya.

Syaifur menjelaskan, sang istri masih menenangkan diri di  rumahnya di Desa Dadapan. Setelah kasus itu mencuat ke  khalayak, dia sangat malu karena  semua orang mengetahui utang yang melilitnya. Di sisi lain Syaifur sangat lega karena dirinya lepas dari kekangan.

Sabtu malam (25/6) anggota Polsek Kabat menjemputnya di  gudang perusahaan supplier material di Desa Dadapan. Itu terjadi setelah ayahnya, Mansyur, 57, berinisiatif melapor ke Polsek Kabat. Sebelumnya, selama 35  hari dia tinggal di gudang material  tanpa pernah keluar.

Dia disekap di gudang material itu selama 35 hari akibat belum bisa melunasi utang kepada pihak perusahaan senilai Rp 158 juta. Penyekapan itu menyimpang dari kesepakatan dirinya dan pihak perusahaan yang memintanya  bekerja di gudang selama tujuh hari.

Kenyataannya, dirinya diminta pihak perusahaan tinggal lebih lama tanpa pulang sama sekali. Hari pertama Syaifur diperbolehkan  pulang ke rumah.  Setelah bekerja dia meminta izin pulang karena harus mengembalikan  motor pinjaman kepada  tetangganya.

Tidak lama, dia  dijemput staf perusahaan. Sejak itu dia tidak diperbolehkan pulang. Awalnya dia merasa tidak  ada yang janggal dengan penyekapan dirinya itu. Pada hari kedua dia kembali minta izin pulang, tapi tidak  diperkenankan. Bahkan, pimpinannya  (Andreas Hariyanto) mengancam jika keluar satu langkah dari gudang, Syaifur dianggap kabur.

“Jangankan pulang, salat Jumat atau tarawih saja saya tidak diperbolehkan. Saya terima saja. Namanya saja orang takut,” ungkapnya.  Selama menjadi pekerja gudang,  mantan sales itu tidak mendapat jatah makan dari perusahaan.  Memang perusahaan menyediakan  uang makan yang masuk dalam gaji harian.

Tetapi, Syaifur bekerja hingga malam hari, seharusnya perusahaan memberi jatah makan tambahan. “Tidak diberi makan. Upah saya per minggu saja tidak diberi. Perusahaan bilang gajinya digunakan  nombok utang saya tanpa meminta  persetujuan saya,” terangnya.

Dia membeberkan, saat minggu pertama pemberian upah, admin mengingatkan bahwa upahnya tidak bisa diberikan. Perusahaan menghendaki upahnya digunakan  untuk mencicil utangnya. Beruntung  dia saat itu masih memiliki ponsel.

Akhirnya Syaifur menghubungi adiknya, Syarifuddin, 25, agar mengantar makanan. Secara rutin adik satu-satunya tersebut mengantarkan makanan buatan ibunya selama dua kali sehari. Ritmenya berubah saat bulan Puasa. Makanan diantar  setiap menjelang magrib dan pukul 23.00 sebagai menu sahur.

Selain mengantarkan makanan, Syarifuddin juga mengantarkan  pakaian bersih untuk Syaifur. Adiknya pun merasa tidak ada  keanehan terkait hal itu. “Adik  saya juga merasa ini hal yang wajar. Dia cuma bingung kenapa  saya tidak dapat jatah makan,”  katanya.

Mengenai tidur, Syaifur memang ditawari pihak perusahaan berbagi tempat dengan tempat satpam jaga. Namun, karena merasa sungkan mengganggu kenyamanan satpam, Syaifur berinisiatif tidur di sebuah dipan  yang diletakkan di depan pondok satpam tersebut.

“Sebagai pengganti bantal, saya gunakan pakaian saya,” ceritanya.  Semua itu diterima begitu saja oleh Syaifur dan keluarganya. Mereka tidak mengira bahwa tindakan penyekapan oleh perusahaan tersebut termasuk tindak  pidana. Syaifur mengaku dia dan  keluarganya sangat awam  mengenai hukum.

Hingga akhirnya ayahnya  melapor kepada kepala desa bahwa  anaknya tidak boleh pu lang sampai sebulan lamanya karena akta rumah yang dija minkan kepada  perusahaan tak kunjung usai diurus  kepala dusun (radar)

Kata kunci yang digunakan :