Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Medsos Picu Perceraian Tinggi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Angka Perceraian di Banyuwangi.

BANYUWANGI – Jumlah angka perceraian di Banyuwangi dalam kurun waktu tahun 2016 masih cukup tinggi dibanding  tahun 2015. Bahkan hingga bulan April tahun ini, jumlah angka perceraian juga masih cukup  tinggi.

Masih tingginya angka perceraian tersebut diduga disebabkan pengaruh media sosial (medsos). Humas Pengadilan Agama Banyuwangi Amroni mengatakan, pada tahun 2015 lalu jumlah perkara perceraian yang diterima Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi berjumlah 6.614 perkara dan perkara yang diputus sebanyak 6.916 perkara.

Angka yang perkara diputus lebih besar, daripada yang diterima karena jumlah itu termasuk perkara sisa pada tahun 2014 yang baru diputus di tahun 2015. Pada tahun 2016, jumlah perkara perceraian yang diterima PA Banyuwangi berjumlah 6.670 perkara yang meliputi cerai talak sebanyak 2.359 dan cerai gugat sebesar 4.311 perkara.

Untuk perkara yang diputus  sepanjang tahun 2016 sebanyak 6.144 perkara.  Adapun yang menjadi penyebab tingginya angka perceraian di Banyuwangi selama tahun 2016, tidak adanya keharmonisan dalam berumah tangga menduduki posisi pertama, yaitu 1.853 perkara.

Faktor ekonomi di urutan kedua dengan 1.722 perkara dan tidak adanya tanggung jawab menduduki posisi ketiga dengan jumlah 1.321 perkara.  Sementara pada tahun 2017  hingga bulan April, jumlah perkara perceraian di Banyuwangi sebanyak 1840 perkara dan yang sudah diputus sebanyak 509 perkara.

Adapun faktor penyebab perceraian tersebut adalah meninggalkan salah satu pihak sejulmah 674 perkara, disusul faktor perekonomian 584 perkara, dan perselisihan terus menerus sebanyak 484 perkara.

Amron juga menyebut salah satu faktor satu penyebab terjadinya perceraian itu sebagian juga dipengaruhi perkembangan alat informasi dan teknologi (IT), seperti smartphone, andmid, sehingga pengaruh media sosial yang memudahkan pasangan selingkuh sehingga timbul perselisihan secara terus menerus.

Belum lagi karena salah satu pasangan yang meninggalkan salah satu pihak, baik istri maupun suami.  “Ada yang juga yang jadi tenaga kerja indonesia (TKI) karena lama tidak ada kabar lalu lalu bercerai,” ujar Amroni.

Meski demikian, untuk angka dispensasi kawin di Banyuwangi mengalami penurunan. Jika pada tahun 2015 lalu dispensasi kawin mencapai 359 perkara, tahun 2016  dispensasi kawin hanya 300 perkara. Dan pada tahun 2017 hingga bulan April, jumlah dispensasi kawin baru mencapai 60 perkara.

Turunnya jumlah permintaan dispenasasi kawin itu diduga karena keberhasilan petugas penyuluh nikah di kantor kementerian agama Banyuwangi yang rutin melakukan penyuluhan kepada calon pasangan yang akan menikah. Sehingga, pasangan akan menunggu menikah ketika memasuki usia di atas 18 tahun bagi perempuan maupun  lelaki. (radar)