Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Selama Pandemi Ada 1.064 Janda dan Duda Baru

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Foto Ilustrasi

BANYUWANGI – Selama penerapan kebijakan pembatasan dan maraknya gerakan #dirumahsaja, banyak kalangan menyebut gerakan ini berpotensi meningkatkan keharmonisan suami istri. Namun, selama masa pandemi itu juga, angka perceraian di Banyuwangi terhitung masih cukup tinggi.

Dilansir dari Radar Banyuwangi – Jawa Pos, terhitung mulai Maret hingga Juni, angka perkara perceraian yang diterima Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi mencapai 1.367 perkara. Dengan rincian 431 cerai talak dan 936 cerai gugat. Dari total perkara tarsebut, cerai talak yang diputus sebanyak 315 dan cerai gugat sebanyak 749.

Panitera PA Banyuwangi Subandi mengakui angka perceraian di Banyuwangi masih tergolong tinggi. Padahal selama masa pandemi Covid-19, pihaknya sudah melalukan pembatasan pelayanan pendaftaran.

Meski terhitung tinggi, dalam kurun waktu tiga bulan mengalami grafik yang melandai. Tercatat untuk cerai talak, pada Maret mencapai 149 perkara masuk. Selanjutnya April 131 perkara dan menurun pada Mei menjadi 56.

Bulan Juni kembali meningkat menjadi 95 perkara. Hal itu juga terjadi pada cerai gugat. Bulan Maret jumlah perkara mencapai 321, kemudian sedikit menurun menjadi 247 pada April. Pada bulan Mei menurun drastis menjadi 132, lalu kembali merangkak naik pada Juni menjadi 236.

“Cerai gugat lebih banyak,” kata Subandi.

Lebih jauh Subandi mengungkapkan, sejumlah warga yang datang ke PA untuk kepentingan perceraian seolah tidak terdampak dengan adanya korona. Hal ini terlihat dari tingginya pendaftaran meski diterapkan pengulangan jam pelayanan.

“Kita itu sudah mengurangi, ya tetap saja banyak,” ujarnya.

Melihat fenomena yang terjadi selama pandemi korona, tidak menutup kemungkimn saat pembatasan dilonggarkan akan terjadi ledakan perkara perceraian. Menurut Subandi, pemicu tingginya angka perceraian beragam.

“Pemicu utama masih persoalan klasik, yakni pemenuhan ekonomi keluarga,” tandasnya.