RADARBANYUWANGI.ID – Berita tentang pengamen berkostum gandrung yang memiliki dua rumah dan mobil sempat bikin heboh warga Banyuwangi.
Namun, fakta berbicara lain. Jangankan kendaraan roda empat, rumah yang ditinggali pun bukan miliknya pribadi, melainkan milik sang anak yang kini bekerja di Bali.
”Saya sudah tua, 85 tahun. Sudah bukan saatnya menumpuk harta. Saya terpaksa melakukan itu (mengamen, Red) untuk bertahan hidup. Saya tidak ingin merepotkan anak-anak saya,” ujar Adi Sucipto lirih saat ditemui di kediamannya di Perum Villa Bukit Mas, Kelurahan/Kecamatan Giri pada Kamis (17/4).
”Apalagi di masa sulit seperti ini, sulit sekali dapat pekerjaan. Apalagi, untuk orang seusia saya. Mau kerja melaut seperti dulu, saya sudah tidak sanggup. Apalagi beberapa waktu lalu saya sakit dan sejak saat itu dokter menyarankan saya tidak kerja terlalu berat,” imbuh pria kelahiran 24 Januari 1940 tersebut.
Baca Juga: Karyawan Hotel di Banyuwangi Terancam Kena PHK Massal, GM Aston: Kekuatan Kami Cuma Sampai Juni
Pria yang karib disapa Mbah Cip itu memang tengah jadi sorotan warga beberapa hari terakhir.
Tepatnya, saat ada berita tentang pengamen berkostum gandrung yang ditertibkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan menjalani pembinaan di kantor Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (Dinsos-PPKB) Banyuwangi.
Dalam berita itu disebutkan, Mbah Cip memiliki dua rumah dan mobil.
Mbah Cip mengakui bahwa dirinya pernah memiliki rumah di wilayah Kelurahan Kertosari, Banyuwangi. Namun, rumah itu sudah diwariskan ke anaknya beberapa puluh tahun yang lalu.
Baca Juga: Hotel-Hotel di Banyuwangi Hilangkan Menu Breakfast, PHRI Ungkap Sebab dan Dampaknya
Setelah rumahnya diwariskan, dia sempat kerja ke beberapa tempat, bahkan hingga ke Kalimantan. Namun karena faktor usia, dia memilih kembali ke Banyuwangi.
Sepulang dari perantauan, memilih bekerja serabutan. Tidak jarang dia ikut melaut mencari ikan bersama nelayan asal Kepulauan Madura yang beroperasi di kawasan Pantai Boom.
Lantaran tidak ingin merepotkan anak-anaknya, Mbah Cip pun memilih tidur di kawasan Pelabuhan Boom tersebut.
Singkat cerita, sekitar tahun 2012 salah satu putranya yang bekerja di Bali membeli rumah di Perumahan Villa Bukit Mas untuk ditinggali Mbah Cip.
Page 2
Baca Juga: Dari Balapan Dadakan ke Bintang Masa Depan F1, Ollie Bearman dan Cinta Pertamanya di Jeddah
”Jangan kirim uang ke Bapak lagi. Bapak sudah bisa cari sendiri,” kata dia mengingat kata-kata yang dia lontarkan kepada anak-anaknya.
Lantas, bagaimana dengan mobil yang dikabarkan dia miliki, Mbah Cip mengaku bahwa mobil itu adalah mobil milik tetangga sebelah rumahnya.
Sang tetangga itulah yang kerap dititipi transfer uang oleh anak-anaknya.
Ketua RT 02, RW 2 Perum Villa Bukit Mas Lugika Lubis membenarkan bahwa rumah yang ditinggali Adi Sucipto alias Mbah Cip itu adalah rumah anaknya.
Baca Juga: Bersiap, Sirkuit Tersulit F1 Kembali Uji Nyali Para Pembalap di GP Arab Saudi 2025
”Sedangkan mobil yang biasa parkir di rumah itu adalah mobil milik tetangganya. Sengaja dititipkan karena tetangganya itu tidak punya tempat parkir,” kata dia.
Sementara itu, salah satu warga Villa Bukit Mas, yakni Sarjuni mengatakan bahwa Mbah Cip cukup dermawan.
Buktinya, tidak jarang Mbah Cip menyisihkan pendapatan dari mengamen untuk cucunya yang notabene merupakan anak yatim.
”Mbah Cip sering memberi cucu saya uang. Kadang Rp 20 ribu, bahkan lebih. Kalau cucu saya lewat depan rumahnya, sering dipanggil. Diberi uang untuk sangu sekolah atau untuk jajan,” pungkasnya. (sgt/c1)
Page 3
Baca Juga: Unggul di Klasemen Tapi Galau, Lando Norris Ungkap Masalah Serius di McLaren
Tidak hanya itu, nyaris setiap bulan putranya tersebut transfer uang ayahnya. Uang itu ditransfer ke rekening salah satu tetangga terdekat di Perum Villa Bukit Mas.
Tidak hanya putranya yang tinggal di Bali, salah satu putri Mbah Cip yang tinggal di Bangorejo juga kerap transfer uang. Transfer itu juga dititipkan lewat rekening tetangganya.
Meskipun setiap bulan dapat kiriman uang, Mbah Cip tetap kerja sebagai nelayan. Namun, kemudian Mbah Cip jatuh sakit.
”Oleh dokter saya tidak diperbolehkan kerja berat lagi. Saya pun berhenti bekerja sebagai nelayan. Karena menarik jaring dari laut ke perahu itu berat. Berat sekali,” ungkapnya.
Baca Juga: George Russell Buka Suara soal Kontrak Baru dengan Mercedes, Ada Kejutan di Balik Layar
Di sisi lain, sekitar pertengahan 2024, kiriman uang dari anaknya yang bekerja di Bali sempat tersendat. Hal itu karena bengkel mobil tempat kerja anaknya relatif sepi pelanggan.
Merasa tidak ingin semakin membebani anak-anaknya, Mbah Cip berkreasi. Dia membuat omprok gandrung dengan tangannya sendiri.
Maklum, selain bekerja sebagai nelayan, Mbah Cip memang punya kepiawaian memahat dan membuat patung.
Setelah omprog jadi, Mbah Cip pun mengamen di jalanan. Menari dengan kostum gandrung lengkap dengan musik-musik Banyuwangian yang diputar lewat soundsystem portabel yang dia beli secara daring.
Baca Juga: Tinggalkan Ferrari, Carlos Sainz Akui Menyesal, Ini Pengakuan Mengejutkannya
”Saya tidak pernah meminta-minta. Saya anggap jual jasa. Orang yang merasa terhibur akan memberi saya uang,” kata dia.
Selain menghibur orang lain, imbuh Mbah Cip, dengan menari gandrung, dia juga menghibur dirinya sendiri.
”Sekaligus agar semakin banyak orang yang tahu, bahwa gandrung pertama itu laki-laki, yakni Gandrung Marsan. Gandrung Marsan ikut berjuang melawan penjajah Belanda,” kata dia.
Karena sudah punya penghasilan sendiri, Mbah Cip berpesan kepada anak-anaknya untuk tidak lagi mengirim uang untuk dirinya.