Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Menjaga Makam sekaligus Pemborong Batu Nisan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

juru-kunciTEMPAT pemakaman Kluncing Minggu siang kemarin (8/3) terlihat ramai. Maklum siang itu ada prosesi pemakaman Sardju Adi Kardono alias Tan Pwee jong, mantan direktur PT. Perkebunan Kalibendo. Terlepas dari suasana duka tersebut, ada sisi lain yang terlihat sibuk.

Beberapa bekerja super sibuk mempersiapkan pemakaman Adi Kardono. Ada yang menggali kuburan dan ada pula yang mengangkat peti mati. Kesibukan itu kerap dilakukan kru juru kunci ketika ada salah satu warga Tionghoa yang akan disemayamkan di tempat tersebut. Jamawi, warga Dusun Kluncing, Desa Grogol, Kecamatan Giri, misalnya.

Juru kunci tempat pemakaman yang beralamat di Dusun Kluncing tersebut terlihat sangat sibuk mempersiapkan segala macam persiapan upacara pemakaman. Bersama teman-teman seprofesinya, Jamawi mempersiapkan upacara pemakaman itu sejak pagi sebelum jenazah dan kerabat datang ke lokasi pemakaman.

Sehari-hari pria berumur 59 tahun tersebut bekerja sebagai penjaga kuburan di Dusun Kluncing tersebut. Istilah kerennya adalah juru kunci. Selain menjaga kuburan tersebut, Jamawi juga bertugas sebagai tukang bersih-bersih kuburan agar kuburan selalu tampak bersih. “Sudah tahun 1987 saya kerja sebagai juru kunci di sini,” kata jamawi.  Bapak dua anak tersebut menjadikan juru kunci sebagai pekerjaan utama. Tidak ada pekerjaan lain selain menjadi juru kunci.

Namun, saat ini samawi tidak hanya bertugas sebagai penjaga makam dan tukang  bersih-bersih. Sejak beberapa tahun lalu dia juga menjadi pemborong bangunan. Bangunan yang dia kerjakan sangat spesial, yaitu batu nisan kuburan orang-orang Tionghoa tersebut.  Makam-makam di Dusun Klunciug tersebut sangat megah. Tidak seperti kuburan-kuburan umumnya. “Ya, saya juga menjadi pemborong bangunan kuburan ini kalau ada orang yang meninggal,” kata jamawi.

Biaya pembangunan batu nisan pada kuburan orang-orang Tionghoa bervariasi. Tergantung ukuran dan tingkat kerumitan kuburan tersebut. Jika batu nisan tersebut berukuran besar, biaya pembangunannya bisa mencapai Rp 100 juta. “Tergantung  ukuran. Selama saya membuat, biaya membuat kuburan mulai harga Rp 3 juta sampai Rp 100 juta.” ungkap jamawi. Kendati begitu, tugas utama jamawi tetap sebagai juru kunci. Jika tidak ada orang yang meninggal dan dimakamkan di sana, kesibukannya hanya sebatas membersihkan kuburan-kuburan megah tersebut agar tetap bersih.

Kalau tidak ada pemakaman seperti ini kita hanya bersih-bersih sambil menjaga kuburan,” ujarnya. Suka dan duka menjadi seorang jaru kunci pasti ada. Yang paling dia sukai adalah jika pekerjaannya dihargai seseorang. Misalnya, jika kuburan yang dia jaga tersebut terlihat bersih dan kerabat yang datang ke makam itu memberinya uang. ”sukanya tiba-tiba dikasih uang oleh anggota keluarga yang sudah meninggal,” akunya. Yang paling sulit dalam melakoni pekerjaannya adalah jika hujan seperti sekarang.

Jika hujan, kuburan-kuburan itu banyak dihinggapi sampah dan dedaunan yang rontok. Belum lagi, rumput-rumput liar akan tumbuh cepat. Jamawi dan teman-temannya pun harus bekerja ekstra dalam membersihkan rumput dan sampah tersebut.  “Yang susah ya kalau hujan seperti ini, kuburannya gampang kotor, rumputnya juga tumbuh lebat. Kadang ya dimarahi kalau kuburan tidak bersih. itu saja dukanya,” pungkas jamawi. (radar)