Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Pamit Keluarga Sehari sebelum Terseret Arus

LOKASI: Sejumlah warga menunjukkan lokasi jatuhnya Abdullah di Kanal Singir, Desa Blambangan, Kecamatan Muncar.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
LOKASI: Sejumlah warga menunjukkan lokasi jatuhnya Abdullah di Kanal Singir, Desa Blambangan, Kecamatan Muncar.
LOKASI: Sejumlah warga menunjukkan lokasi jatuhnya Abdullah di Kanal Singir, Desa Blambangan, Kecamatan Muncar.

Jenazah Abdullah, 38, ditemukan di aliran sungai di Dusun Sukosari, Desa Blambangan, Kecamatan Muncar, sehari setelah tenggelam. Ternyata sehari sebelum kejadian, muazin tersebut sudah pamit kepada keluarganya. MOHON maaf ya, Kang, atas semua kesalahan saya. Kalau sewaktu-waktu saya mati, tolong salati saya di masjid. Saya gak mau dibuatkan rumah.

Rumah masa depanku ada di Kramatan. Begitulah wasiat yang disampaikan Abdullah, 38, tepat sehari sebelum dinyatakan hilang Rabu lalu. Ungkapan itu diutarakan kepada salah satu saudaranya, Basori, 47. Selama ini, warga Dusun Karanglo, Desa Sukonatar, Kecamatan Srono, itu dikenal sebagai seorang juru azan. Bahkan, almarhum Man Dul—sapaan akrabnya—rela tinggal di kompleks masjid selama belasan tahun.

Bukan hanya itu, pria yang hanya tamat sekolah dasar (SD) itu juga rajin membersihkan masjid, seperti mengepel lantai. Setiap sebulan sekali, tepatnya menjelang malam Jumat Legi, dia rajin mendatangi tempat pemakaman umum (TPU) di Desa Bagorejo, Kecamatan Srono. Tujuannya, pria lajang tersebut mendoakan kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia.  Meski begitu, Abdullah tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setiap pagi, dia berjualan topi di Pasar Komis, Desa Bagorejo, Kecamatan Srono.

Diceritakan Basori, adik keduanya itu mengaku tidak siap menikah. Alasannya, satu dari tujuh bersaudara itu merasa tidak mampu membangun rumah tangga. “Sebenarnya, semua saudara minta dia menikah, tapi dia tidak mau,” katanya. Ditemui di rumahnya kemarin, bapak dua anak itu menjelaskan bahwa adiknya tergolong orang yang berpendirian teguh. Meski hanya jebolan SD, tapi dia sangat rajin beribadah. ‘’Dia pernah bilang, kalau ke mana-mana lihat masjid sangat senang. Karena masjid seperti rumah sendiri,” paparnya.

Mengenai musibah yang menimpa korban, Basori menuturkan bahwa itu sudah menjadi takdir. Hanya saja, dia mengaku penasaran terkait waktu penemuan jenazah yang persis 24 jam. ‘’Yang saya heran, jatuh di kanal jam 16.00, dan ditemukan pukul 16.00 sore juga,” terangnya sambil tangan kanannya menyeka keringat di wajahnya. Suami Duwi Retno Yuliati, 35, itu menegaskan, adiknya tersebut memang mengidap penyakit epilepsi sejak anakanak. Sebab itulah, dia langsung punya firasat tak baik sesaat menerima informasi Abdullah tidak kembali ke masjid. “Cuma ditemukan sandal di atas kanal.

Saya pun langsung berpikir adik saya jatuh gara-gara epilepsi kambuh,” kenangnya. Oleh karena itu, pihak keluarga menolak permintaan polisi untuk mengotopsi jenazah adiknya. Menurut keluarga, itu sudah merupakan musibah. ‘’Polisi sebenarnya minta diotopsi, tapi kakak saya gak mau,” tandasnya. Untuk itu, jasad Abdullah langsung dikebumikan hari itu juga. Sesuai wasiat, jasad Abdullah disalati di masjid. “Jadi, kita turuti permintaan dia. Malam itu juga, kami makamkan dia di pemakaman umum,” pungkasnya sambil memberi tahu wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi bahwa dirinya tak memiliki foto korban semasa masih hidup.  (radar)