Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Panjak Cilik Juara Tetembangan Asal Rogojampi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

panjakBerkah Mewadahi Siswa Tabuhan Mejadi Kelas
PARGELARAN Banyuwangi Festival yang menyajikan pertunjukan seni dan budaya tidak sekadar menjadi tontonan dan daya tarik bagi wisatawan. Di lain pihak, regenerasi pelaku seni-budaya ditanah ujung Pulau Jawa ini pun terus berjalan. Demi melanjutkan tongkat estafet seni-budaya tersebut, ratusan pelajar SD dari berbagai kecamatan beradu keb olahan dalam pekan seni pelajar yang dihelat Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi.

Siapa sangka kontingen dari semua kecamatan di Banyuwangi sangat antusias mengikuti pekan seni pelajar tersebut. Dengan rasa bangga, mereka menyajikan kesenian khas masing-masing. Apalagi, Banyuwangi tidak hanya dihuni suku Osing, juga ada suku Madura, Jawa Mataraman, Bugis, Mandar, Melayu, Tionghoa, dan Arab. Bangga rasanya ketika melihat salah satu peserta yang menampilkan pengrawit perempuan sangat pandai dalam memainkan gamelan (timpalan, wadan, sangat). Hampir semua teknik memainkan alat musik tersebut di kuasai dengan baik.

Bahkan, perempuan tersebut dapat menyisihkan peserta laki-laki. Penampilannya sangat menakjubkan. Begitu turun dari pentas, para panjak (wiyogo) perempuan tersebut bercakap-cakap dengan temannya dengan bahasa Madura yang sangat kental. Rupanya, merdu kontingen dari Kecamatan Kalibaru. Dalam lomba tetembangan tersebut kontingen Kecamatan Rogojampi menjadi juara 1, di susul Kecamatan Tegaldlimo sebagaimana II, dan Kecamatan Kalibaru sebagai juara III. Panjak cilik asal Kecamatan Rogojampi tersebut memang dominan.

Usut punya usut, 18 panjak cilik tersebut gabungan dua sekolah. Yang layak diacungi jempol, ternyata mereka hanya berlatih selama satu pekan. Doni Sumardi, pelatih kontingen seni Kecamatan mengatakan, 13 siswa panjak cilik tersebut berasal dari SD l Watukebo, dan lima sisanya berasal dari SDN 2 Aliyan. Sebanyak 13 siswa SDN Watukebo tersebut memang sudah terbiasa memainkan alat musik tradisional Banyuwangi. Mereka juga sudah seringkali mengisi kegiatan di kecamatan Bahkan, tidak jarang mereka tanggapan di khitanan sesama siswa SD.

Penabuh cilik ltu mengiringi musik penari gandrung yang juga siswa SD. “Mereka kerap diundnng guna memeriahkan khitanan kawan mereka. Kalaupun diberi uang tanggapan, itu untuk kas,” ujar guru SDN Watukebo itu. Grup panjak cilik tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Setiap pelajaran berlangsung dan saat itirahat, banyak anak berkumpul di dalam kelas hanya untuk tabuhan meja. Mereka menaluri meja, bangku, botol air mineral, dan gelas. ternyata irama yag dihasilkan anak-anak tersebut enak di dengar.

Berasal dari kothekan itu, Doni mengusulkan kepada pihak sekolah agar di belikan alat musik. Anak-anak yang biasa latihan di dalam kelas tersebut dikumpulkan jadi satu. mereka disuruh memainkan alat musk tradisional. Tanpa chemistry anak-anak tersebut sudah terbentuk. Meskl belum ada arahan tentang teknik memainkan alat musik, kebolehan mereka dalam menabuh alat musik sudah terlihat, jadi, saya hanya menggarap ngendhingnya tidak terlalu lama-lama,” imbuh Dani. Lantaran sering medapat tawaran meluas, merekapun menjadi penabuh alat musik tradisional di sekolah.

Group musik tradisional itu kini kian diminati siswa. Bahkan, sekolah kini menjadikan panjak sebagai kegiatan ekstrakulikuler. Cara efektif di nilai efektif membantu anak-anak dalam kegiatan belajar. Jika siswa bosan menerima pelajaran, sebagai refreshing. Mereka diperkenankan memainkan alat musik. Setelah iru, baru mereka menerima pelajaran kembali di dalam kelas. Khusus lomba tetembangan pekan seni pelajar kali ini. Doni mengambil lima siswa SDN 2 Aliyan. Mereka adalah siswa yang khusus memainkan alat musik rebana.

Pukulan rebana siswa SDN 2 Aliyan tersebut dinilai sangat bagus dibanding siswa di sekolahnya. Teknik memukul dan memainkan rebana mereka juga sangat baik. Memadukan irama saro, angklung. dan rebana tersebut, hanya butuh waktu satu minggu. Tiga kali penemuan, mereka langsung padu,” teganya. Musik yang dimainkan musisi cilik itu berjudul Layagan. Salah satu syairnya, “pedote layangan ring dadi paran, tapi ojo sampek podhot seduluran (Putusnya layang-layang tidak jadi apa, asal jangan sampai putus persaudaraan).

Atas keberhasilannya menjuarai lomba tetembangan tingkat kabuparen tersebut, kontingen kecamatan Rogojampi itu berhak mewakili Banyuwangi dalam lomba yang sama ditingkat Provinsi Jawa Timur juni 2015 mendatang. Penampilan yang cukup atrakrif panjak cilik tersebut tidak hanya memikat dewan juri, tapi juga mendapat aplous hadirin, yang memadati gedung Korpri Banyuwangi. Juwono, guru SD dari Kecamatan Singojuruh mengaku senang dan bangga dengan adanya kegiatan pekan seni pelajar tersebut.

Kegiatan itu dinilai dapat menjadi regenerasi penabuh alat musik tradisional. Dia berharap, musik tradisional bisa menjadi ekstrakulikuler di SD. Sehingga, keberadaannya bisa melengkapi alat marching band. Selain itu ajang pekan seni pelajar juga bisa terus dilaksanakan tiap tahun demi memacu kreativitas siswa agar giat berlatih, sejak dini mereka harus dikenalkan alat musik tradisional, sehingga keberadaannya tidak tergerus dengan alat musik modern. Yang lebih penting, ini bagian dari regenerasi dan pelestarian seni pungkas Juwono. (radar)