Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Pedagang Watudodol Meradang

RATA TANAH: Kondisi bangunan semi permanen untuk mandi dan buang air kecil pengunjung Kelopoan Watudodol setelah dibakar.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
RATA TANAH: Kondisi bangunan semi permanen untuk mandi dan buang air kecil pengunjung Kelopoan Watudodol setelah dibakar.

Protes Pengelola Wisata, Bakar Toilet

WONGSOREJO – Aksi pembakaran sebuah rumah meletus di kawasan wisata Ke lopoan, Watudodol, De sa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, pagi kemarin. Bangunan rumah yang dibakar itu sehari-hari berfungsi sebagai toilet wisatawan. Tidak ada korban jiwa dalam insiden yang berlangsung pukul 06.00 itu. Hanya saja, bangunan rumah berdinding sesek itu rata tanah.

Diperoleh keterangan, pembakaran itu dipicu protes warga terhadap pengelola wisata Kelopoan. Selanjutnya, para pedagang dan warga yang tinggal di sekitar Kelopoan mendatangi kantor karang taruna yang mengelola wisata di lahan milik Pemkab Banyuwangi tersebut. Mereka memprotes kebijakan pengelola yang dianggap merugikan pedagang. “Aturannya jadi ruwet,” cetus Sena, 52. Meski berada di area milik pemkab, Sena mengklaim bangunan tersebut miliknya.

Dia dan warga pantas marah karena pengelola wisata Kelopoan seenaknya membongkar paksa rumah miliknya. “Sekitar pukul 06.00, beberapa orang suruhan pengelola wisata menurunkan genting dan akan membongkar bangunan,” terang Sena. Melihat rumahnya hendak dibongkar paksa, Irma, 40, istri Sena, sempat kalap hingga pingsan. Begitu sadar, ibu empat anak itu mengamuk. Lalu, me ngambil daun kepala kering dan mem bakar rumahnya yang sudah mu lai dibongkar paksa itu.

“Yang membakar istri saya sendiri karena emosi,” ungkap Sena. Ulah sejumlah pengelola tempat wisata yang membongkar rumah milik Sena itu ternyata menyulut amarah pedagang dan warga lain. Mereka langsung protes dengan mendatangi kantor pengelola wisata di lokasi wisata itu. “Sebelum dibongkar, saya minta dicarikan tempat pengganti,” kata Sena.

Diceritakan Sena, Minggu (26/8) kemarin dirinya diundang ke kantor pengelola wisata untuk rapat penertiban. Tetapi anehnya, pedagang yang diundang hanya dirinya sendiri. “Di kantor itu sudah ada Pak Taui q (anggota DPRD dari PKB), ada pak polisi, dan pengelola wisata lain,” ungkapnya. Dalam rapat itu, dirinya diminta membongkar rumahnya yang digunakan untuk tempat mandi para pengunjung Kelopoan.

Dirinya tidak keberatan asal dicarikan tempat pengganti. “Pengganti belum ada, warung saya sudah dibongkar,” ujar warga Desa Bangsring tersebut. Dirinya sudah menempati Pantai Kelopoan sejak 20 tahun lalu. Bahkan, dialah yang menanami pohon jati dan sejumlah pohon lain di tepi pantai itu. “Dulu sepi dan masih seperti hutan, kita bersihkan hingga bersih seperti saat ini,” terangnya.

Kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi, Sena, menyebut pembongkaran rumah miliknya itu dilakukan karena akan ada kunjungan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas. Rumahnya yang berada di tengah lokasi wisata itu dianggap kumuh dan harus dibersihkan. “Kata Pak Taufiq karena akan dikunjungi Pak Bupati, maka warung saya harus dibersihkan,” bebernya.

Sementara itu, M. Taufiq saat menemui pedagang dan warga mengaku bukan sebagai pengelola tempat wisata tersebut. Dirinya mengaku hanya sebagai pendamping dalam pengelolaan wisata di lahan milik Pemkab Banyuwangi itu. “Saya hanya ingin membantu dalam pengelolaan agar bisa tertib dan baik,” katanya.

Sementara itu, aksi pembakaran rumah di pinggir pantai tersebut langsung mengundang perhatian aparat kepolisian. Sejumlah perwira Polres Banyuwangi dan Kapolsek Wongsorejo, AKP Nyoman Suparta, langsung turun ke lokasi. Mereka menganggap persoalan itu hanya terkait protes pedagang di pantai Kelopoan. ”Yang dibakar itu toilet untuk pengunjung Kelopoan, bukan rumah permanen yang dihuni warga. Meski begitu, kita tetap tangani kasus ini. Biar semua klir,” ujar seorang polisi ketika berada di lokasi kejadian. (radar)