Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Peduli Kesenian, WN Malaysia Ikut Lestarikan Jaranan Buto

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Matzin-(berdiri,-batik-biru)-bersama-Ketua-DKB-Samsudin-Adlawi-(kaus-hitam-pakai-udheng)-dan-Ketua-Ikawangi-Malaysia-(kaus-kombinasi-putih-ungu).

KESEMPATAN berharga itu datang saat saya ditugaskan mengikuti sekaligus meliput kujungan Ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB) Samsudin Adlawi melihat langsung sepak terjang grup kesenian jaranan  buto “Sekar Wangi” di Malaysia  sejak Kamis (5/5) hingga Senin (9/5) pekan lalu.

Selain bisa bersilaturahmi dengan sesama warga asal Bumi Blambangan  yang tengah merantau ke negeri orang, saya juga bisa melihat sisi-sisi lain yang selama  ini belum pernah mencuat ke permukaan. Misalnya tentang kepedulian warga negara (WN) Malaysia keturunan Banyuwangi terhadap kesenian warisan leluhur mereka.

Salah satu WN asing tersebut adalah Haji Matzin, warga Kampung Bukit Kapar, Selangor, Malaysia. Kakek Matzin, yakni H. Thoyibin, merupakan pria asal Dusun Berasan, Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar. Meski sejak keturunan kedua Thoyibin, yakni sejak generasi ayah Matzin, yakni Sahli, resmi berstatus sebagai WN Malaysia, tapi Matzin dan keluarga besarnya tidak serta-merta melupakan  tanah kelahiran leluhurnya  tersebut.

Bahkan, pengusaha sukses sekaligus tuan tanah di Selangor itu memberi keleluasaan sejumlah karyawan asal Banyuwangi melestarikan kesenian tradisional Bumi Blambangan, yakni jaranan buto.  Bahkan, Matzin secara sukarela mempersilakan tanah dan bangunan miliknya digunakan sebagai sekretariat kesenian jaranan  buto “Sekar Wangi”.

Anggota grup kesenian tradisional tersebut adalah para pekerja migran asal kabupaten berjuluk The Sunrise of Java ini. “Saya mendukung upaya pelestarian kesenian tradisional Banyuwangi.  Saya juga mempersilakan bangunan tersebut digunakan untuk sekretariat tempat teman-teman berkumpul dan berlatih jaranan. Syaratnya hanya satu,  saat Azan, teman-teman harus  berhenti memainkan alat musik untuk menghormati warga lain yang akan beribadah,” ujarnya.

Lokasi sekretariat jaranan buto “Sekar Wangi” memang  agak jauh dari perkampungan  penduduk. Gedung sekretariat itu terletak di tepi perkebunan seluas puluhan hektare milik  Matzin.

“Meski cukup jauh dari permukiman penduduk. Bos kami, Pak Matzin, menerapkan  aturan tidak boleh menabuh alat musik saat azan. Itu sekaligus untuk menghindari protes atau keluhan warga sekitar,” kata Rini Nuryati, sinden jaranan buto Sekar Wangi asal Desa Purwoasri,  Kecamatan Tegaldlimo.

Nuryati memanggil Matzin sebagai bos lantaran suaminya, Kasmunan, bekerja sebagai  salah satu pekerja bangunan   yang bekerja kepada Matzin. Maklum, Selain dikenal sebagai tuan tanah, Matzin juga bekerja di bidang kontraktor dan pengusaha   rumah makan.

Kenyataan lebih mengejutkan diungkapkan salah satu tokoh Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) Malaysia, Irzal Maryanto.  Pria yang karib disapa  Kang Yanto itu mengatakan,   salah satu putra Matzin, yakni Faiz, juga ikut bergabung dalam  grup kesenian jaranan buto Sekar Wangi.

“Putra Pak Matzin, yakni Faiz, menjadi salah satu penari jaranan di grup kesenian jaranan buto Sekar Wangi,” kata dia.  Yanto mengatakan, kiprah kesenian  jaranan buto di Malaysia tidak luput dari dukungan warga keturunan Bumi Blambangan tersebut.

“Kami berterima kasih kepada Pak  Matzin yang telah memfasilitasi  kami, sehingga grup kesenian jaranan buto Sekar Wangi bisa eksis seperti saat ini,” pungkasnya.  (radar)