Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Penambang Demo, Jalan Kota Lumpuh

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Aksi-Demo-Penambang-di-Banyuwangi

BANYUWANGI – Penutupan seluruh tambang pasir dan batu (sirtu) ilegal di Banyuwangi kembali menuai reaksi. Ratusan orang yang terdiri atas perwakilan penambang dan pemilik serta pekerja armada truk pengangkut hasil tambang menggelar unjuk rasa di kantor Pemkab Banyuwangi kemarin (7/4).

Dalam aksinya, ratusan demonstran datang ke kantor pemkab dengan menumpang sekitar 50 unit dump truck. Sesampai di lokasi yang dituju, mereka memarkir kendaraan berat tersebut di depan kantor pusat pemerintahan di Bumi Blambangan tersebut.

Tak pelak, ruas jalan utama di pusat Kota Penyu itu lumpuh total selama kurang-lebih 3,5 jam, tepatnya sejak pukul 11.00 sampai pukul 14.30. Bukan itu saja, massa juga membekali diri dengan sejumlah poster dan spanduk bernada keluh-kesah akibat penutupan tambang sirtu.

Salah satu tulisan dalam spanduk yang cukup menohok ditujukan kepada Bupati Abdullah Azwar Anas. “Wong wadon njaluk pegat jalaran angkutan sepi. Getun isun, Kang Anas’ (Istri minta cerai karena angkutan sepi. Saya menyesal Kang Anas).

Pantauan Jawa Pos Radar Banyuwungi di lapangan, tuntutan utama yang disuarakan dalam demo kemarin adalah agar pihak kepolisian segera membuka kembali tambang sirtu yang ditutup sejak beberapa bulan lalu.

Meski desakan utama dilayangkan kepada polisi, massa memilih wadul kepada bupati dengan harapan orang nomor satu di lingkungan Pemkab Banyuwangi itu memfasilitasi perizinan tambang ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim.

“Kami sudah berniat baik mengajukan izin ke pemprov. Tetapi, saat perizinan tersebut masih diproses, tambang kami ditutup. Tolong Pak Bupati, segera agar tambang kami segera dibuka,” ujar salah satu koordinator aksi, George Rudi.

Menurut Rudi, selama ini para penambang sirtu telah berkontribusi besar terhadap pembangunan di Bumi Blambangan. Material hasil galian yang tersebar di seantero kabupaten berjuluk The Sunrise of Java ini menjadi bahan utama pembangunan fisik di Banyuwangi, termasuk proyek-proyek besar yang dibiayai negara.

“Kalau tambang kami dianggap ilegal, berarti pemerintah yang memanfaatkan material hasil galian kami bisa dikategorikan penadah hasil tambang ilegal,” sindimya. Setelah beberapa saat menggelar orasi, perwakilan demon stran ditemui jajaran Pemkab Banyuwangi di lounge pelayanan publik kantor pemkab.

Beberapa pejabat terkait, di antaranya Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPT-PM), Abdul Kadir; Kepala Bidang Pertambangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan (Disperindagtam), Budi Wahono; serta Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol), Djafri Jusuf, hadir dalam pertemuan dengan perwakilan penambang tersebut.

Dari unsur kepolisian, hadir Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Kompol Sujarwo. Di hadapan para pejabat pemkab dan Polres Banyuwangi, Ketua Asosiasi Kepala Desa Kabupaten Banyuwangi (Askab), Agus Tarmidzi, menambahkan para kepala desa sangat berkepentingan terhadap ketersediaan sirtu. Sebab, tidak lama lagi desa akan menerima dana Rp 217 miliar yang bersumber dari Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).

Di antara total Rp 217 miliar dana yang disalurkan ke desa-desa tersebut, sekitar Rp 150 miliar di antaranya akan dimanfaatkan untuk pembangunan fisik. “Kalau pasokan sirtu tidak ada, kami tidak bisa membangun. Kalau kita tidak bisa membangun, pasti kami disalahkan. Jika itu terjadi, kami memilih mengembalikan dana pembangunan fisik tersebut daripada kami disalahkan,” cetusnya.

Perwakilan asosiasi armada pengangkut hasil tambang, Ridwan, menyorot kasus penangkapan armada pengangkut sirtu di kawasan Tegalmojo, Desa Kemiri, Kecamatan Singojuruh, beberapa waktu lalu. “Kami bukan pencuri atau teroris. Tetapi, kenapa saat menangkap rekan kami, polisi seperti menangkap gembong teroris,” sesalnya.

Dia mengaku, sebenarnya sejak sekitar Desember 2015 para pelaku armada truk pengangkut material hasil tambang tidak nyaman dalam bekerja. “Kami merasa seperti bekerja di zaman penjajahan. Mohon teman-teman kami yang ditahan di Polsek Singojuruh dibebaskan,” harapnya.

Sementara itu, Kepala BPPT-PM, Abdul Kadir, menjelaskan pemkab telah melakukan pendampingan pengurusan izin untuk para pemohon yang telah mendapatkan rekomendasi bupati. “Kami mendampingi, bukan mengurus izin tersebut. Kalau kami yang mengurus, bisa-bisa kami dianggap sebagai makelar, “kata dia.

Kabid Pertambangan Disperindagtam, Budi Wahono, menambahkan berdasar komunikasi terbaru dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ES- MD) Jatim, izin Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) 30 berkas permohonan izin tambang asal Banyuwangi sudah selesai. Selain itu, ada pula 17 berkas WIUP yang masih diproses.

Bukan itu saja, enam berkas lain kini sudah memasuki proses penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi serta dua berkas yang memasuki proses penerbitan IUP Operasi Produksi. “Kami hanya bertindak sesuai kewenangan. Karena perizinan tambang bukan ranah pemkab, maka pemkab banya bisa mendorong agar proses perizinan tersebut segera selesai,” terangnya.

Di akhir perbincangan, jajaran pemkab dan perwakilan penambang sepakat melakukan studi banding ke daerah-daerah sekitar. Studi banding itu dilakukan untuk mengetahui mengetahui kondisi riil dilapangan yang menyebabkan proses pertambangan di masing-masinng daerah tetap berjalan.

“Tetapi, kami harus lapor dahulu kepada pimpinan. Hasil pertemuan ini Bupati melalui Pak Sekretaris Kabupaten (Sekkab), tandas Djafri. Mendengar pernyataan Djafri yang terkesan mengambang, perwakilan demonstran sempat menyatakan ingin tetap bertahan di kantor pemkab sampai tuntutan mereka dipenuhi. Namun, tidak lama berselang, seluruh demonstran membubarkan. (radar)