Gambiran, 6 Agustus 2025 — Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi melalui Seksi Bimbingan Masyarakat Islam melaksanakan kegiatan penyerahan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) kepada 71 majelis taklim di wilayah Kecamatan Gambiran. Kegiatan ini dilaksanakan di Mushola Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gambiran, dengan tujuan memperkuat legalitas kelembagaan majelis taklim sebagai bagian dari sistem pembinaan keagamaan nasional.
Penyerahan dilakukan secara simbolis oleh Kepala Seksi Bimas Islam, Mastur, mewakili Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi. Dalam sambutannya, Mastur menyampaikan bahwa SKT merupakan bentuk pengakuan negara terhadap eksistensi majelis taklim dan merupakan langkah strategis dalam menata manajemen kelembagaan keagamaan di tingkat akar rumput.
“SKT bukan sekadar dokumen administratif. Ia adalah bentuk hadirnya negara dalam proses penguatan fungsi dakwah masyarakat, sekaligus upaya menjadikan majelis taklim sebagai entitas keagamaan yang terdata, terstruktur, dan terarah,” jelas Mastur.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh para penyuluh agama Islam, tokoh masyarakat, dan pengurus majelis taklim. Kepala KUA Kecamatan Gambiran, Ghufron Mustofa, menekankan bahwa proses penerbitan SKT memerlukan tahapan verifikasi yang melibatkan data faktual lapangan, pembinaan langsung, dan koordinasi lintas sektor.
“Penyerahan SKT ini bukan hasil kerja administratif semata, melainkan hasil sinergi antara penyuluh, pengurus majelis taklim, dan aparatur KUA. Ini adalah model kolaborasi yang baik antara masyarakat dan negara dalam bidang pelayanan keagamaan,” ujar Ghufron.
Ia juga memberikan apresiasi kepada penyuluh agama Islam, Dalilatus Sa’adah, yang telah berperan aktif dalam proses pendampingan dan pendataan kelembagaan. Menurutnya, keterlibatan penyuluh secara aktif menunjukkan bahwa penguatan kelembagaan tidak hanya berbasis regulasi, tetapi juga didorong oleh semangat pelayanan sosial dan nilai pengabdian.
Secara teoritis, penguatan legalitas majelis taklim melalui SKT sejalan dengan amanat Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Dalam regulasi tersebut, disebutkan bahwa setiap majelis taklim perlu memiliki SKT sebagai bentuk pengakuan resmi, yang akan menjadi dasar bagi akses terhadap program pembinaan, fasilitasi, maupun pengawasan oleh Kementerian Agama.
Dari sisi sosiologis, majelis taklim berfungsi sebagai lembaga sosial keagamaan nonformal yang memiliki peran strategis dalam pembangunan karakter umat, khususnya dalam konteks pemberdayaan perempuan, literasi Al-Qur’an, dan pembentukan akhlak generasi muda. Dengan adanya SKT, peran ini dapat dijalankan secara lebih optimal dan terukur.
Salah satu pengurus majelis taklim dari Dusun Lidah menyampaikan bahwa legalitas ini memberikan motivasi baru bagi para pengelola untuk menjalankan aktivitas keagamaan dengan lebih tertib dan profesional.
“SKT menjadi penegas identitas kelembagaan kami. Selama ini kami mengaji dengan niat. Sekarang kami juga memiliki pijakan hukum yang jelas,” ungkapnya.
Ke depan, para pengurus majelis taklim berharap agar penyerahan SKT ini disertai dengan program pembinaan lanjutan, seperti pelatihan manajemen kelembagaan, peningkatan kapasitas muballigh, dan penguatan kurikulum keislaman berbasis moderasi beragama.
Dalam perspektif pembangunan kelembagaan keagamaan, kegiatan ini menunjukkan bahwa regulasi negara mampu menjadi instrumen fasilitatif bagi gerakan sosial keagamaan di tingkat lokal. SKT menjadi simbol konvergensi antara niat baik masyarakat dalam berdakwah dengan tanggung jawab negara dalam melindungi dan membina kehidupan keagamaan umat.
Melalui proses legalisasi ini, Kementerian Agama berkomitmen membentuk ekosistem kelembagaan keagamaan yang transparan, tertib, dan berdaya saing. Diharapkan, 71 majelis taklim di Gambiran ini akan menjadi contoh model tata kelola kelembagaan yang adaptif, partisipatif, dan akuntabel.(Syaf)