GENTENG – Selama Muharram atau Suro, bagi sebagian masyarakat menganggap pamali untuk menggelar hajatan. Dan itu, ternyata berimbas pada usaha penjualan telur bebek yang ditekuni warga.
Salah satu peternak bebek, Wahyudi, 38, warga Desa Kaligondo, Kecamatan Genteng, yang memiliki ratusan bebek petelur mengungkapkan saat ini harga telur sangat murah, yakni di bawah angka Rp 1.000 per butir. Padahal, bulan sebelumnya harga bisa bertengger diangka Rp 1.300 per butir. “Harganya turun,” katanya.
Dengan harga telur yang turun itu, terang dia, mempengaruhi pemasukan. Dia mengungkapkan, dari 100 bebek yang dimiliki, telur yang didapat paling banyak sekitar 80 butir per hari.
Untuk pakan, perhari habis 12 kilogram katul dengan harga antara Rp 3.500 sampai Rp 4.000 per kilogram. Selain itu, ada tambahan lain berupa sentrat dan vitamin ternak. “Pengeluaran mencapai Rp 50 ribu,” ungkapnyra.
Jika dikalkulasikan dengan jumlah telur, jelas dia, maka pendapatan yang dia peroleh setiap hari hanya Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu. “Kalau bebek dipakan sendiri, hasilnya tidak mencukupi,” katanya.
Untungnya, lanjut dia, saat ini di beberapa tempat sedang musim panen. Sehingga, dia masih bisa menghemat pengeluaran dengan cara melepasliarkan bebeknya di lahan persawahan milik petani yang baru panen. “Saya angon, biar hasilnya masih bisa dirasakan,” jelasnya.
Hal senada juga disampikan Jamroni, 52, pengusaha peternakan bebek di Dusun Sukomukti, Desa Sukorejo, Kecamatan Bangorejo. Menurutnya, turunnya permintaan telur bebek ini karena kebutuhan telur menurun, lantaran minim orang menggelar hajatan.
“Sekarang telur turun, kalau menurut saya karena tidak ada orang hajatan, ini kan bulan Suro,” ujarnya. Menurutnya, harga telur konsumsi sejak memasuki Suro mengalami penurunan. Saat ini harga paling mahal Rp 1000 per butir.
“Pokoknya telur turun, harga Rp 1.000 (per telur) itu paling tinggi, padahal sebelumnya bisa Rp 1.300 (per telur),” jelasnya. Jamroni menyebut bagi pemilik bebek petelur dengan jumlah kecil, memang paling merasakan dengan kondisi seperti ini.
Tapi bagi pengusaha telur yang memiliki banyak usaha seperti penetasan bibit, masih bisa mengantisipasi dampak buruk ini. “Kalau saya hanya mengandalkan telur konsumsi ya sama saja, tapi saya kan punya penetasan bibit, jadi masih bisa bertahan,”terangnya. (radar)