Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Ramai Peziarah di Bulan Suro

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Makam Raden Djojo Poernomo di Dusun Tojo Kidul, Desa Temuguruh, Kecamatan Sempu, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat sekitar. Sebab, prajurit Pangeran Diponegoro itu termasuk salah satu penyebar agama Islam di daerah tersebut. Tentu, hingga kemarin, makam raden yang wafat 9 Februari 1956 itu masih menjadi jujuganpara peziarah.

Setiap bulan Suro, banyak peziarah dari daerah Banyuwangi hingga luar Banyuwangi yang datang ke makam tersebut. Sebut saja Surabaya, Jogjakarta, dan sejumlah kota lain. Namun, tidak diketahui maksud dan tujuan para peziarah itu. Untuk mengupas perjalanan dan perjuangan hidup Raden Djojo Poernomo, Jawa Pos Radar Banyuwangi mendatangi pemakaman tersebut.

Sayang, juru kunci yang bernama Mbah Siwo, 90, yang masih memiliki hubungan darah dengan raden itu tidak ada di tempat. Sebab, sudah beberapa hari ini istri Lastri itu di rawat di rumah sakit. ’’Mohon maaf, saya gakbisa menjelaskan. Mbah Siwo dirawat di RSUD Blambangan seminggu ini,” ungkap Yuli, salah satu cucunya, kemarin.

Meski demikian, koran ini berhasil mengabadikan sejumlah sudut yang menjadi cagar budaya itu. Salah satunya, pintu gerbang sebelum masuk di areal pemakaman. Di sana ada tulisan berhuruf Jawa, “Kena Lumebu Jen Wes Weruh Djerone”. Selain itu, ungkapan penuh makna lain juga ditemukan di kawasan seluas kurang-lebih setengah hektare itu. Di Dinding atas gedung pemakaman, misalnya, tertulis“Sri Naga Radja, Paring Wangsit Bedja Kang Bisa Nampa”.

Tidak hanya itu, juga ada kalimat “Kena Munggah Jen Wis Weruh Duwure, Teka Ora Mara, Musna Ora Lunga, dan Imbuh Ora Wawuh, Suda Ora Kalung”. Begitulah beberapa kalimat ada di kawasan pemakaman yang dikenal keramat itu. Di areal pemakaman yang berlokasi sekitar 300 meter dari jalan desa itu, ada sejumlah tempat untuk pertemuan.

Aula misalnya. Aula tersebut berada di timur makam prajurit tersebut. Selain itu, kolam renang dan musala juga tersedia di tempat tersebut. Makam Raden Djojo Poernomo tersebut berdampingan dengan Raden AJ. Soeprapti yang tercatat wafat pada tahun 17 Maret 1965. Konon, Raden AJ. Soeprapti merupakan abdi dalem yang sangat berbakti. Sehingga, kedua prajurit tersebut dimakamkan secara berdampingan.

’’Katanya seperti itu. Tapi saya takut salah. Lebih jelasnya mbah saya itu,” ujar Yuli di kediaman Mbah Siwo kemarin. Hanya saja, Yuli bisa sedikit men jelaskan terkait dengan para peziarah. Dia mengaku, banyak peziarah yang berdatangan setiap memasuki bulan Suro dalam kalender Jawa atau Muharam dalam kalender Islam.

‘’Banyak sekali kalau bulan itu. Ratusan orang yang datang dari mana-mana,’’ katanya. Di bulan Ramadan ini menurutnya sepi peziarah. Malahan, sampai puasa hari ke-12 belum satu pun peziarah yang datang. “Ya, yang banyak bulan Suro. Jumlahnya sampai ratusan orang. Di bulan Puasa ini belum ada,’’ terang Yuli sambil menjelaskan bahwa haulRaden Djojo Poernomo bertepatan dengan bulan Syawal.(radar)

Kata kunci yang digunakan :