Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Saat Batu Akik Booming, Seminggu Buat 50 Cincin

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

embanYUDI Harsono, 38, yang tinggal di Dusun krajan, Desa Pengatigan, Kecamatan Rogojampi, terlihat serius mengasah perak. Sambil duduk di dekat jendela, tangan kirinya memegang alat pemanas yang membakar batangan perak. Setiap hari Harsono kuat berjam- jam duduk mengasah perak menjadi cincin, atau yang biasa dikenal sebagai emban batu akik.

Saat demam batu akik memuncak seperti saat ini, tiap hari pria itu semakin lama duduk di kursi kerjanya. Menjadi pembuat cincin perak sudah dilakoni Yudi sejak muda. Sebelum musim batu akik booming seperti saat ini, bapak satu anak itu jatuh-bangun membuat berbagai aksesori berbahan perak, mulai cincin, anting, kalung, gelang, hingga aneka aksesori lain. “Saya sebelas tahun kerja di Bali. Bangkrut saat ada bom bali satu,” katanya. Baru pada tahun 2004 Yudi memutuskan membuka usaha kerajinan perak di rumahnya. Tempat yang digunakan memproduksi aksesori itu tidaklah terlalu besar.

Ruangannya hanya sekitar dua meter kali tiga meter Karena sempit, di ruangan yang terdapat satu meja sepanjang satu meter itu hanya cukup untuk dua orang. Di ruangan itu terdapat peralatan sederhana yang digunakan memproduksi perak menjadi aksesori. Alat yang digunakan kerja itu mirip mesin gilingan mi yang diputar dan diatur tingkat ketebalan dan tipisnya.

Alat itulah yang memadatkan perak sebelum dibentuk dengan semburan api. Kemudian, perak yang sudah dipadatkan menyerupai batangan itu dibentuk dengan semburan api seperti las. Bedanya, jika tukang las menggunakan karbit atau listrik, pemanas perak ini menggunakan bahan bakar bensin yang dipompa. “Pemanas perak ini tidak terlalu berbahaya,” katanya. Setelah dipanaskan dengan semburan api, perak baru bisa dibentuk sesuai ukuran dan jenis aksesori yang diinginkan. Dalam sehari dia bisa menyelesaikan tujuh emban. Meski saat ini sedang demam batu akik, Yudi tidak ingin mencari kesempatan dengan menerima banyak order.

“Kualitas tetap menjadi prioritas. Saya tidak mau pemesan kecewa setelah pulang dari sini, ujarnya. Sebelum demam batu akik mengemuka, usaha yang dirintis sejak remaja itu sehari biasanya hanya ada tiga sampai lima pemesan. Tetapi, saat ini dalam sehari yang pemesan emban cincin bisa belasan orang. Para pemesan itu tidak hanya datang dari Kecamatan Rogojampi, ada juga yang datang dari kecamatan lain, seperti Songgon, Singujuruh, kabat, Purwoharjo, Genteng dan kalibaru.

“Setiap hari selain ada yang memesan,” katanya. Pelanggan yang datang kerumahnya biasasnya memilih desain yang unik dan motif beda dengan yang lain. Ada motif ukir dan di tambah aksesori agar batu akik lebih terlihat lebih mewah. “Karena pesenan rumit, sehari hanya bisa menyelesaikan tujuh emban. Butuh waktu dan ketelatenan agar tidak mengecewakan,” dalihnya. Terkait omzet, demam batu batu akik sangat meningkatkan pendapatannya.

Jika dulu bisa dikerjakan sendirian. sebulan ini dia harus menambah dua karyawan sebagai tukang poles dan bagian lain. penambahan Karayawan itu dilakukan agar bisa menyelesaikan agar bisa menyelesaikan pesanan tepat waktu. “Tarif tidak naik, tetap standar. Tapi sekarang harga perak sedang naik.” ungkapnya. Yudi menyebut, ongkos hanya Rp 50 ribu untuk emban batu biasa. Jika ada motif atau diukir, tarifnya sekitar Rp 100 ribu. “Besar dan kecilnya batu akik juga mempengaruhi,” katanya. (radar)