Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Sempat Jadi Sumber Air Minum Warga Sekitar

sumber-airPENDUDUK sekitar memiliki beberapa panggilan untuk sungai yang berada tepat di sebelah selatan rel kereta api Dusun Payaman, Kelurahan Giri, tersebut. Ada yang menyebutnya Banyu Lanang, karena dulu hanya digunakan kaum lelaki.

Ada yang menyebutnya Banyu Lor karena posisinya berada di utara pemukiman warga. Ada yang menyebutnya Banyu Enam Tujuh karena ada tulisan 67 di dinding sungai tersebut. Menurut beberapa warga sekitar, sungai itu sudah digunakan warga sejak puluhan tahun lalu.

Namun, tidak ada yang tahu pasti sejak kapan sungai tersebut menjadi penopang kebutuhan air warga sekitar. Muslih, 65, warga yang tinggal tidak jauh dari sungai tersebut mengatakan, sejak kecil dirinya sudah menggunakan sungai yang disebutnya Banyu Lanang itu.

Bentuk sungai itu dulu tidak seperti sekarang, melainkan sama seperti sungai pada umumnya yang beralas pasir. Tetapi, sejak tahun 80-an ada pembangunan rel kereta api di atas sungai itu. Sehingga dibangunlah sebuah lorong untuk menampung air sungai.

Sehingga, rel kereta dapat dibangun di atas aliran sungai dan air mengalir di bawahnya. Maka jadilah aliran air tersebut mirip seperti huruf U yang melengkung di bawah rel kereta api. Meski bentuknya berbeda, tapi fungsi sungai itu tetap sama.

“Dulu sungai itu menjadi sumber kebutuhan air warga satu dusun. Alirannya dari Sumber Laos. Airnya jernih, banyak ikannya, warga banyak mengambil ar minum dari sungai,” jelas kakek dua cucu itu. Meskipun bukan sumber air yang langsung keluar dari dalam tanah, tapi air itu tetap menjadi sandaran warga.

Muslih menceritakan, warga marah besar jika sampai ada yang buang air di aliran sungai itu. “Bagi mereka yang ingin buang air harus menyeberang ke sisi utara rel di sungai yang lain,” kata Muslih. Saking terkenalnya nama sungai yang sering digunakan warga itu, dulu banyak warga desa lain yang sengaja mandi di tempat itu.

Jika tidak mandi, mereka akan mencoba mencari ikan. Memang banyak sekali ikan jenis wader dan lele yang hldup di sungai,” ujarnya. Warga lain, Nainit, 43, menambahkan, sejak dibangun perlintasan kereta api. kedalaman sungai menjadi bertambah.

Kedalaman Banyu Enam Tujuh itu mencapai tujuh meter sejak awal pembangunannya. “Waktu itu tahunnya saya lupa. Yang jelas bupatinya Pak Djoko Warsito. Mulai saat itu airnya tidak terlalu jernih, tapi masih tetap dijadikan tempat mandi dan cuci oleh warga,” kata Nainit.

Keterikatan sungai dan warga diceritakan oleh Nainit kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi mulai pudar di awal tahun 2000-an. Saat itu PDAM sedang gencar-gencarnya membangun fasilitas air bersih dari rumah ke rumah. Perlahan tapi pasti warga pun mulai jarang ke sungai. (radar)