Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Suhargono, Warga Grajagan yang Tewas Tertimpa Pohon Perhutani

PAKAI CHAINSAW: Dua pekerja sedang memotong pohon yang tumbang di tepi jalan Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, kemarin
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
PAKAI CHAINSAW: Dua pekerja sedang memotong pohon yang tumbang di tepi jalan Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, kemarin
PAKAI CHAINSAW: Dua pekerja sedang
memotong pohon yang tumbang di tepi jalan Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, kemarin

SUASANA duka masih terasa di rumah Suhargono di Dusun Kampung Baru, Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, kemarin. Tetangga kanan-kiri masih ada yang menyatakan belasungkawa atas meninggalnya Suhargono akibat tertimpa pohon. Malam harinya bacaan tahlil dan doa masih berkumandang di rumah tersebut. Doa bersama digelar di kediaman orang tua Suhargono, yakni pasangan suami istri (pasutri) Boirin, 75, dan Sarni, 60. Masyarakat yang ikut berdoa mencapai ratusan orang  Keluarga Suhargono pun memasang terpal di depan rumah untuk menampung luberan jamaah.

Sebelum peristiwa memilukan itu terjadi, sikap yang ditunjukkan Suhargono kepada keluarga dianggap tidak seperti biasa. Meski begitu, semua anggota keluarga tidak menyangka jika kebiasaan itu ternyata tanda-tanda Suhargono bakal pergi se lama-lamanya. Misalnya, sikap Suhargono kepada istrinya, Ida Royani, 29. Beberapa hari terakhir, almarhum lebih perhatian kepada istri yang dikaruniai satu anak bernama Oki Agung Nur Hidayat, 7, itu. ‘’Suami saya lebih sayang sama saya selama sepuluh hari terakhir,” ungkap Ida Royani. Rasa sayang itu ditunjukkan dengan ber bagai sikap, antara lain lebih sering mengajak pergi bersama anak untuk jalan-jalan keluar rumah. ‘’Kalau pas dapat bayaran, suami saya ngajak membeli makan di luar,” kenangnya.

Suaminya juga meminta agar dirinya men jaga dan merawat anaknya dengan baik. Pesan itu diungkapkan dalam beberapa kesempatan. ‘’Pesan suami saya harus jaga anak-anak agar tumbuh besar,” ucap Ida dengan mata berkaca-kaca.  Suaminya terbiasa pulang sore. Sebab, dia bekerja di sebuah mebel di Dusun Curah Jati. Saat itu cuaca memang hujan, sehingga sang suami terpaksa menunda pulang. ‘’Tapi, ternyata kena musibah saat pulang malam,” terangnya. Kini, Ida merasa waswas sepeninggal sang suami. Sebab, dia merasa tengah mengandung lantaran beberapa bulan ini sudah tidak haid. ‘’Saya telat tiga bulan. Saya mau
periksa ke dokter,’’ katanya. Sikap berbeda juga ditunjukkan kepada Sarni, ibu kandung Suhargono.

Kepada ibu tiga anak itu, almarhum lebih banyak diam. Padahal, selama ini sikap tersebut nyaris tidak pernah dia lakukan. ‘’Tapi, sikap anak saya itu sama sekali tidak saya anggap sebagai isyarat,” ujarnya. Putra bungsunya itu memang dikenal pekerja keras. Sehari-hari, putranya itu be kerja sebagai tukang di sebuah mebel. ‘’Saya sangat merasa kehilangan,’’ tuturnya sambil mengusap wajahnya yang tampak sayu. Terkait Perhutani, dia menyampaikan bahwa pihak Perhutani sudah menyampaikan permohonan maaf secara langsung pasca kejadian. ‘

’Pak Asper datang ke rumah ini menyampaikan maaf atas peristiwa yang menimpa anak saya,” kenangnya. Dia sangat sepakat jika pohon yang membahayakan di sepanjang jalan tersebut dipotong. Menurut dia, itu sebagai upaya agar tidak sampai menimbulkan korban lagi. ‘’Semoga ini yang terakhir, karena sudah banyak yang menjadi korban, termasuk anak saya,” tandasnya. Sarni juga membeberkan bahwa suaminya juga termasuk mantan petugas Perhutani. Namun, sudah lama sang suami pensiun, yakni sejak 1996. ‘’Suami saya sekarang nggak bisa melihat. Dia buta selama dua tahun ini,” pungkasnya. (Radar)