Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Tangkal Hujan dengan Ritual Gotong Toa Pekong

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

tangkisHujan lebat mengguyur sejak sekitar satu jam sebelum pawai peserta ritual tolak bala (Cie Swa) di Banyuwangi. Meski sebagian peserta menganggap hujan tersebut sebagai berkah, sebagian peserta lain justru melakukan ritual agar hujan segera reda. SUASANA di bawah deretan tenda yang dipasang lingkungan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Hoo Tong Bio, Kelurahan Karangrejo, Banyuwangi tampak benarbenar sibuk kemarin (10/3).

Beberapa di antara ratusan orang yang memadati tenda-tenda, itu tidak henti nyogrok tenda tersebut dengan sebatang bambu, agar air hujan tidak menggenang di atas tenda. Di saat bersamaan, sebagian calon peserta kirab Cie Swa asal sejumlah kota itu sibuk melindungi Kim Sin (patung dewa-dewi) dengan payung. Sedangkan sebagian yang lain mengelap Kim Sin dengan kapas.

Hal itu dilakukan untuk menghilangkan air hujan yang muncrat di kepala dan tubuh Kim Sin tersebut. Kesibukan lain ditunjukkan oleh para penabuh beragam alat musim yang biasa digunakan untuk mengiringi konvoi barongsai dan liang liong. Agar kesan semarak tetap terjaga, mereka tetap menabuh tambur (semacam jidor), bonang, gong, hingga simbal di tengah guyuran hujan deras tersebut.

Bambang, wakil ketua rombongan asal tempat ibadah Hoo Hap Hwee, Lasem, Jawa Tengah (Jateng) mengatakan, hujan yang mengguyur Banyuwangi tidak akan menyurutkan langkah dia dan anggota rombongan lainnya, dalam mengikuti kirab tolak bala yang digelar dalam rangka memperingati hari kebesaran Yang Mulia Kongco Tan Hu Cin Jin ke-229 tersebut Bambang mengatakan, rombongan asal Lasem datang ke Banyuwangi untuk menghormati undangan dari pihak TITD Hoo Tong Bio.

“Tujuan lain kedatangan kita adalah untuk mempererat tali silaturahmi,” ujarnya. Perwakilan peserta dari TITD Kwan Kong Bio Denpasar mengungkapkan, hujan deras yang melanda Banyuwangi tidak akan menyurutkan langkah mereka untuk mengikuti ritual Cie Swa. “Hujan ini berkah. Harus disyukuri. Saya rasa kirab harus tetap jalan. Dulu di Bali malah hujan dan petir, tetapi ritual seperti ini tetap jalan,” ungkapnya.

Sementara itu, peristiwa yang sangat menarik perhatian terjadi di sekitar lokasi Kim Sin rombongan asal Cetya Kwee Thio Liang, Jakarta diletakkan. Tiba-tiba, satu anggota rombongan, itu intoksikasi (semacam kesurupan). Dengan mata terpejam, pria yang belakangan diketahui bernama Ayub itu berjalan ke luar tenda. Sesampai di luar tenda, Ayub lantas menengadahkan wajah ke langit.

Di saat bersamaan, mulutnya komat-kamit seolah dia tengah berbicara dengan dirinya sendiri. Saat Ayub melakukan gerakan tersebut, sejumlah rekannya terus memanjatkan doa dan membakar dupa di hadapan Kim Sin yang mereka bawa. Sesaat kemudian, secara bergantian beberapa anggota rombongan Cetya Kwee Th io Liang mengalami kejadian serupa. Bahkan, gerakan yang mereka lakukan jauh lebih ekstrem dibanding yang diperagakan Ayub. Mereka memukul punggungnya dengan benda bulat menyerupai bola yang seluruh sisinya dilapisi paku.

Anehnya, jangankan mengalami luka, pria tersebut sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan. Dikonfi rmasi saat sudah “siuman”, Ayub mengatakan, dia dan sejumlah rekannya baru saja menggelar ritual Gotong Toa Pekong. Ritual tersebut dilakukan agar hujan lekas reda. Dia pun membenarkan bahwa saat menggelar ritual mengusir hujan tersebut, dirinya mengalami intoksikasi. “Bisa dikatakan begitu (intoksikasi). Saat ritual, tubuh kami dimasuki Dewa Kwee Seng Ong,” pungkasnya. (radar)