Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Tempe Diolah Jadi Brownies, Tahu Diolah Jadi Es Campur

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

SORE mulai beranjak mendekati senja itu, umumnya orang akan lebih memilih segera masuk rumah daripada bepergian. Tapi di Jalan Kalilo, Kelurahan Pengantigan, Kecamatan Banyuwangi, jumlah  orang yang keluar rumah justru  semakin banyak.

Mereka seolah datang dengan  penampilan penasaran untuk melihat  langsung, bagaimana rupa festival tempe dan tahu yang di diselenggarakan masyarakat tahun ini. Mayoritas mereka yang datang adalah  pada kaum ibu dari berbagai latar   belakang.

Hal ini membuktikan jika kuliner menjadi daya tarik tersendiri bagi  sebagian besar orang khususnya kaum hawa. Tawar menawar pun tak bisa terelakkan, meskipun para pedagang  sudah mematok harga sesuai kesepakatan seluruh peserta festival.

Para kaum ibu yang datang seolah masih belum rela jika makanan dengan bahan tahu dan tempe dibanderol dengan harga tinggi. Jawa Pos Radar Banyuwangi pun ikut mencoba masuk dalam rombongan ibu-ibu yang sedang mengerumuni beberapa jenis makanan.

Para ibu itu tampak pintar merayu penjual, sehingga bisa mencicipi dengan gratis makanan olahan tahu/tempe yang ada di sana. Tapi kalau saya? Pasti harus beli dulu. Olahan tahu/tempe yang saya cicip pertama adalah es kombinasi tahu. Sekilas es ini dibuat menyerupai dengan es campur.

Namun ada bagian mirip dengan daging kelapa muda yang ternyata dibuat oleh penjualnya yaitu Bu Legi dengan bahan tahu. Saat dimasukkan ke mulut, tak ada sedikit pun aroma tahu dari es ini. Meskipun masih ada sedikit tekstur tahu di dalamnya.

“Kalau mau mengolah tahu itu jangan  disisakan airnya. Harus tahu-tahunya saja, jadi biar tidak terasa,” kata Bu Legi sambil  menambahkan susu kental manis ke gelas plastik. Puas dengan segarnya es kombinasi tahu, kami pun beralih mencicipi sate tahu dan burger tahu.

Khusus untuk sate, secara visual memang masih tampak utuh bentuknya sebagai sebuah tempe. Namun saat dimasukkan ke mulut dan menempel lidah, rasanya sedikit mirip sate lilit.  Apalagi, sate tempe ini juga sempat dibakar sebelumnya.

Selanjutnya burger tempe. Sekilas tak ada yang berbeda dengan makanan ala barat yang biasanya berisi daging giling panggang, daging ham, atau nugget. “Kalau burger tempe terhitung masih baru. Awalnya kami membuat supaya anak-anak mau makan tempe. Ini juga  diolahnya kita bikin semirip  mungkin supaya rasanya tidak  jauh sama daging,” kata Yayuk,  35, salah satu ibu PKK dari RW  1, Lingkungan Kalilo, Kelurahan  Pengantigan.

Selain burger, Yayuk juga menunjukkan lumpia tempe, sosis yang digulung dengan tempe, serta  risoles tempe. Sebelum membuat  aneka jenis makanan ini ibu-ibu di RW tersebut harus melakukan  eksperimen terlebih dulu. “Kita coba-coba dulu, tapi akhirnya memilih lumpia, sosis, risoles.  Yang paling sulit ini membuat sosis. Karena pakai tempe tipis  dan harus digulung,” jelasnya.

Puas dengan beberapa makanan itu, kami pun berpindah ke stan penjual tahu cit dan nugget  tempe. Sayangnya saya tidak sempat mencicipi karena tampaknya penjualnya masih baru membuka stan. Rodiyah, 32, penjual tahu cit mengatakan,  bumbu yang dibuatnya mirip dengan bumbu telur cit biasa.

Dengan rempah-rempah dan kecap. Bedanya, tahu harus dikukus dulu kemudian digulung agar bentuknya mirip telur. Baru  kemudian, tahu gulung yang  mirip telur itu digoreng. “Kalau tahu masih agak mudah. Yang   agak sulit ini nugget tempe. Karena harus dikukus dua kali  dicampur dengan ragi roti, supaya  meresap dan lebih tahan lama. Kalau nugget tempe ini bisa awet  sampai tiga hari,” ujar ibu tiga  anak itu.

Dari semua stan yang ada rata- rata pemilik stan menjual makanannya dengan harga paling murah Rp 1.500 dan paling mahal   Rp 10.000. Semua makanan itu jika dinilai boleh dibilang sudah  diolah sehingga benar-benar mirip makanan aslinya.

Terakhir, sebelum beranjak dari lokasi festival TNT saya sempat berhenti di stan milik Ninik Sundari. Makanan yang dijualnya terdiri dari soes maker, brownies, dan cake fantasi. Saya pun mengamati sambil memastikan adakah salah satu dari makanan itu yang berbentuk  mirip tempe dan tahu.

“Ini tahunya sudah kita masukkan ke adonan, jadi cake fantasi. Kita tidak pakai telur. Rasanya juga tidak beda karena dikasih garnish yang sama seperti cake lainnya. Brownies tempenya juga sama,  tempenya dimasukkan ke dalam jadi rasanya sudah tidak jauh  beda,” jelas Ninik.

Sementara itu, pengunjung yang  ingin membeli tempe mentah bisa  mendatangi stan panitia di dekat  gerbang masuk Jalan Kalilo  sisi  utara. Selain itu, ada juga stand icip-icip persis di sebelah selatan  tenda panitia. Khusus di stand icip-icip ini, pengunjung bisa mencicipi semua menumasakan  peserta secara gratis.

‘’Ini semacam tempat tester bagi pengunjung. Setelah mencicipi di situ, pengunjung yang berminat akan ditunjukkan lokasi stand penjualnya,’’ Nanang Lukman Hakim, salah satu panitia. Sementara itu, Kelurahan Pengantigan dari dulu dikenal sebagai sentra usaha tahu dan  tempe rumahan. Ada sekitar 29  pengusaha tempe dan dua pengusaha tahu di wilayah kelurahan  itu.

Karena besarnya potensi kedua bahan makanan itu, warga dan pemerintah setempat bersama-sama menyelenggarakan festival TNT.  Puluhan stan makanan dan  minuman olahan tahu dan tempe digelar memanjang di jalan Kalilo dan sebagian Jalan Bogowonto.

Para pengunjung yang datang bisa langsung melihat satu persatu olahan tahu dan tempe. Lurah Pengantigan, Wahyu Widodo mengatakan, festival ini diselenggarakan atas ide masyarakat. Apalagi, ketika warga setelah melihat potensi industri  rumahan tempe dan tahu yang cukup banyak di sekitar mereka.

Warga kemudian berlomba membuat produk olahan tahu dan tempe, supaya produk itu lebih memiliki nilai ekonomis. Festival tempe ini diselenggarakan selama tiga hari mulai  dari kemarin (24/12) hingga Senin   besok (26/12). Waktu penyelenggaraan festival dimulai setiap pukul 15.00 sampai 22:00.

“Kita ingin mengangkat nama Pengantigan sebagai sentra makanan olahan tahu dan tempe. Karena itu, semua pesertanya dari sini  saja, mulai Paguyuban Sasak   Putih sampai ibu PKK,” kata Lurah Wahyu Widodo.  Selain itu, setiap stan juga akan dinilai oleh panitia festival. Mulai dari jenis kulinernya, keunikan stan, sampai larisnya pembeli  stan tersebut.

“Ada edukasi pengolahan tempe juga nanti. Ya  harapan kita semoga bisa menaikkan ekonomi warga. Apalagi kalau produknya banyak  yang suka,” ujarnya.(radar )