Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Bawaslu Surati Bupati Banyuwangi Agar Tak Mutasi Pejabat

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Foto: suaraindonesia.co.id

BANYUWANGI – Bawaslu Banyuwangi mengingatkan agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat tidak melakukan mutasi pejabat mulai tanggal 8 Januari 2020.

Dilansir dari suaraindonesia.co.id, tujuannya untuk menghindari konflik kepentingan menjelang perhelatan Pemilihan Bupati (Pilbup) Banyuwangi 2020 mendatang.

“Ketentuan ini sudah diatur dalam pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,” kata Komisioner Bawaslu Banyuwangi Adrian Yansen Pale,” Selasa (7/1/2020) kemarin.

Dimana, lanjut Yansen, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

“Aturan ini berlaku bagi semua kepala daerah, baik petahana (yang akan maju lagi sebagai Cakada) atau bukan petahana. Termasuk penjabat Gubernur atau penjabat Bupati dan Walikota yang daerahnya menghelat Pilkada serentak 2020,” imbuhnya.

Berdasarkan Peraturan KPU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, bahwa penetapan pasangan calon ditetapkan 8 Juli 2020.

Nah, jika dihitung mundur 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon, maka sejak 8 Januari 2020, kepala daerah tidak diperbolehkan lagi melakukan pergantian pejabat, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

“Menindaklanjuti hal tersebut, kita sudah berkirim surat kepada Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas terkait larangan mutasi pejabat tersebut,” kata Koordiv. Pengawasan, Hubungan Masyarakat, dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Banyuwangi itu.

Adapun sanksi yang dijatuhkan bagi Kepala Daerah yang melanggar ketentuan ini cukup tegas. Bagi kepala daerah yang statusnya petahana (mencalonkan diri kembali), sanksinya adalah pembatalan.

Sementara sanksi bagi bukan petahana sudah diatur dalam Pasal 188 yang berbunyi, setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda plaing sedikit Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah).