BANYUWANGI, KOMPAS.com – Raut kecewa tak bisa disembunyikan Ipin, nelayan yang tengah menjaring ikan di area Pulau Santen, Karangrejo, Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (24/11/2025).
Ipin bersama lima kawannya tengah menarik jaring yang telah mereka tebar pukul 02.00 WIB sebelumnya.
Berharap mendapatkan banyak ikan di jaringnya, ia malah hanya pasrah karena jaringnya justru menarik berbagai jenis sampah dari laut.
Baca juga: Nelayan Hilang di Sanur Ditemukan Meninggal pada Hari Ketiga Pencarian
Setelah beberapa waktu para nelayan menarik jaring dari laut, hanya ada tiga cumi-cumi dan dua ikan putihan yang semuanya berukuran kecil.
Pengepul ikan yang telah menunggu pun menelan kekecewaan karena tak mendapatkan ikan untuk dijual kembali ke pasar.
“Sudah tiga hingga empat bulan seperti ini, karena cuaca buruk,” kata Ipin.
Akibatnya, jika pada musim ikan, jaring bahkan bisa menarik hingga satu ton ikan dengan total tenaga 12 orang, kini mendapatkan lima kilogram ikan pun terasa sangat sulit.
Menebar jaring pada pukul 02.00 WIB dan menariknya kembali ke daratan pada sore hari, atau dengan kira-kira sembilan jam kerja, ia hanya dapat menghasilkan sedikit uang dari menjual hasil tangkapan, yang masih harus dibagi ke nelayan lain yang bekerja sama.
“Biasanya Rp 2.000 atau Rp 5.000 dapatnya, itu pun sekarang jarang. Kalau sudah begini ya enggak dapat uang semua, buat ngopi bersama saja tidak cukup,” ucapnya sambil tersenyum pahit.
Uang Rp 2.000 tersebut merupakan hasil penjualan ikan dari sekali tangkapan. Jika biasanya satu keranjang dibeli oleh tengkulak seharga Rp 20.000, tetapi karena tangkapan yang sangat minim, nelayan hanya dibayar Rp 2.000.
Baca juga: Tanaman Mimosa Ancam Ekosistem dan Pencaharian Nelayan di Gunung Rowo Pati
Hal yang sama diungkap Lamani, yang mengaku hanya bisa pasrah dengan keadaan dan berharap cuaca cerah segera datang lagi sehingga tangkapan ikan kembali meningkat.
Lamani yang telah memasuki usia senja mengaku selama ini hanya bisa mengandalkan rezeki dari hasil melaut karena tak memiliki keahlian lain.
“Kalau sudah musim hujan gini bukan jaring ikan lagi, tapi menjaring sampah,” ucapnya sambil mengusap peluh.
Sementara itu, salah satu istri nelayan, Riah mengaku tangkapan ikan mulai sepi sejak lima bulan belakangan.
Sebagai istri, ia putar otak agar nafkah dari suami dapat mencukupi kebutuhan dapur.
Selain berhemat, ibu dua anak itu mendorong suaminya untuk mengambil pekerjaan lain, di antaranya sebagai tukang becak yang beroperasi di Pasar Blambangan.
“Alhamdulillah kalau dibilang cukup tidak, tapi setidaknya ada pemasukan,” ucap Riah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang







