Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Dibeli Rp 7,5 Miliar, Dijual Rp 750 Juta

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Kapal LCT Sritanjung ketika masih beroperasi di perairan Selat Bali.

KALIPURO – Nasib kapal Landing Craft Tank (LCT) Putri Srtanjung semakin tragis. Setelah tak laku dilelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jember selama tiga kali, kapal buatan CV Muji Rahayu Samarinda itu akhirnya laku dijual.

Aset pemkab yang dibeli sekitar tahun 2002 seharga kurang lebih Rp 7,5 miliar itu hanya laku dijual Rp 750 juta. Pemkab Banyuwangi berhasil merealisasikan penjualan kapal LCT Putri Sritanjung tersebut kepada salah satu pembeli langsung sebagai penawar tertinggi, yakni kepada Samsul Arifin yang beralamatkan di Botoputih Butulan 27 Surabaya.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BP-KAD) Banyuwangi, Samsudin membenarkan jika kapal LCT Putri Sritanjung telah laku terjual sebelum lebaran lalu, tepatnya pada 5 Juni 2017.

Proses penjualan aset daerah tersebut juga sudah sesuai dengan prosedur. “Bukan tanpa lelang, tapi penjualan langsung kepada penawar tertinggi. Sesuai aturan itu bisa dilakukan kalau sudah lelang umum sebanyak tiga kali dan gagal. Secara normatif, prosesnya kita lakukan sesuai ketentuan,” jelasnya.

Sementara itu, Kasubid penerimaan Keuangan BPKAD Banyuwangi, Henry Januar Bayuangga menjelaskan, berdasarkan surat petunjuk Sekretaris Daerah (Sekda) Banyuwangi selaku pengelola barang daerah nomor 188/1374/429.202/2017 tanggal 13 Maret 2017.

Telah dilakukan penjualan kapal LCT Putri Sritanjung kepada pembeli sesuai dengan Permendagri nomor 19 tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah Pasal 342 ayat tiga dengan penjelasan pokok di antaranya meliputi spesifikasi obyek penjualan, nilai obyek penjualan, penyetoran hasil bersih penjualan dan syarat-syarat lain.

Dari hasil penjualan satu unit kapal LCT Putri Sritanjung, berdasarkan kesepakatan dan telah ditetapkan pembeli atas nama Samsul Arifin sebesar Rp 750 juta. “Setelah ada kesepakatan uang juga langsung di transfer ke rekening kas daerah, tanpa melalui perantara dan kita buatkan risalah penjualan,” terang Henry.

Selain risalah penjualan, pihaknya juga membuatkan surat berita acara serah terima barang antara kedua belah pihak, yakni pihak pertama pejabat penjual barang milik daerah, dan pihak kedua selaku pembeli barang.

Berita acara serah terima barang, nomor 028/3143/429.202/2017 telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. “Setelah serah terima barang mau diapakan menjadi kewenangan oleh pihak kedua. Yang terpenting transaksi-jual beli sudah sesuai kesepakatan, dan uang sudah ditransfer ke kas daerah,” terangnya.

Seperti pernah diberitakan, terus merosotnya setoran hasil pengelolaan dua kapal aset pemerintah oleh PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati (PBS) ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memaksa pemkab mengambil langkah tegas.

Tidak tanggung-tanggung, pemkab melelang satu di antara dua kapal tersebut. Niat menjual kapal aset daerah itu disampaikan langsung Bupati Abdullah Azwar Anas dihadapan pimpinan dan anggota DPRD Banyuwangi akhir Juni 2016 lalu.

Berbeda dengan LCT Putri Sri Tanjung, satu aset pemkab yang lain, yakni LCT Putri Sritanjung I belum bisa dilelang karena masih menunggu hasil kerja Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Permasalahan PT. PBS DPRD Banyuwangi.

Untuk melelang aset daerah itu, pemkab menggandeng pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jember untuk melaksanakan lelang kapal yang dibeli dengan uang rakyat Banyuwangi tersebut.  KPKNL menawarkan dua opsi pelaksanaan lelang, yakni lelang “darat” dan lelang secara online.

Angka limit lelang kapal yang sempat dikelola PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati (PBS) itu pun ditentukan berdasar hasil appraisal (penilaian) yang dilakukan pihak KPKNL. Kebijakan pemkab melelang kapal LCT Sri Tanjung didasari beberapa pertimbangan.

Pertimbangan pertama, jika aset tersebut dibiarkan lebih lama, maka nilai penyusutan (depresiasi) kapal itu semakin besar. Saat dilakukan appraisal sekitar tahun 2012 lalu, nilai kapal LCT Putri Sri Tanjung sebesar Rp4 miliar. Namun karena depresiasi (penyusutan) dan mengacu kondisi yang ada saat ini, maka nilainya sebesar Rp 2,3 miliar tersebut.

Selain pertimbangan penyusutan nilai aset, pertimbangan melelang kapal yang dibeli di era kepemimpinan mantan Bupati Samsul Hadi, itu kini sudah tidak bisa dioperasikan di lintas penyeberangan Selat Bali.

Pertimbangan lain, sudah ada second opinion dari ahli yang berasal dari semacam lembaga surveyor untuk menjual kapal tersebut. (radar)