Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Dulu Langganan Pengajian, Kini Minim Perhatian

GARUDA: Monumen Pancasila Sakti di Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring, Banyuwangi.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
GARUDA: Monumen Pancasila Sakti di Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring, Banyuwangi.

Monumen Pancasila Sakti dan Lubang Buaya di Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring, jadi saksi bisu kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI).

Seperti apa kondisi monumen tersebut saat ini? AGUS BAIHAQI, Cluring untuk menuju lokasi Monumen Pancasila Sakti di Dusun Cemetuk, Desa Cluring, pengunjung bisa dengan mudah menjangkaunya. Dari kantor Kecamatan Cluring, menumen itu hanya berjarak sekitar satu kilometer ke arah barat.

Hampir semua warga Desa Cluring mengetahui monumen bersejarah tersebut. Hanya, untuk menuju ke lokasi monumen ini, pengunjung harus berhati-hati berjalan. Sebab, jalan aspal sepanjang satu kilometer itu hampir semuanya rusak parah.

Kondisi memprihatinkan lagi, pada jalan aspal di samping monumen yang sudah beberapa tahun terakhir ini berlubang, karena lapisan aspalnya mengelupas. Monumen Pancasila Sakti berada di tepi jalan beraspal yang rusak itu. Berada di lahan yang tidak luas, lokasi monumen ini sebelumnya lahan milik warga yang dihibahkan.

“Dulu tanahnya milik Mbah Wonokaryo dan diturunkan pada Mbah Jami (cucunya). Oleh Mbah Jami, lahan ini diwakafkan untuk monumen,” cetus Supingi, 52, penjaga monumen. Meski tidak terlalu luas, Monumen Pancasila Sakti yang dibangun pada 1995 lalu itu tergolong cukup lebar.

Selain Burung Garuda yang tingginya sekitar lima meter, monumen itu juga dilengkapi tiga lubang yang dulu oleh PKI dipakai untuk menanam 62 orang anggota Gerakan Pemuda (GP) Ansor asal Kecamatan Muncar Para aktivis GP Ansor itu disiksa dan dibantai secara sadis oleh PKI, setelah itu dimasukkan tiga lubang tersebut.

Kekejaman PKI saat membantai aktivis GP Ansor ini, tergambar jelas dalam diorama yang ada di bawah Burung Garuda. Selain itu, diorama yang mengisahkan proses pembantaian juga ada di sebelah utara patung Garuda. “Proses pembantaiannya ya seperti dalam gambar (diorama) itu,” terang Supingi.

Pembantaian kader muda NU oleh PKI ini, dilakukan di sekitar jalan yang tidak jauh dari monumen. Sebelum dibantai, 62 orang aktivis GP Ansor ini oleh anggota PKI yang mengaku warga NU diundang untuk pengajian di Desa Karangasem (kini Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran). “Makanan yang disuguhkan ternyata diberi racun,” jelasnya.

Dalam kondisi lemas karena keracunan, puluhan anggota GP Ansor dari Muncar ini oleh PKI dihajar dan lari ke utara hingga sampai di Dusun Cemetuk, Desa Cluring. Di Dusun Cemetuk, mereka yang sudah lemah karena keracunan, ternyata sudah dihadang oleh anggota PKI lainnya. “62 anggota GP Ansor dihajar dan dibantai, saat membantai persis dalam gambar (diorama) itu,” bebernya.

Pada diorama yang ada di Monumen Pancasila Sakti itu tergambar, betapa PKI membantai dengan cara memukul kepala memakai martil dan kapak. Selain itu, korban juga ada yang disembelih dengan menggunakan celurit dan parang. “Yang di tangannya pakai jam itu orang PKI,” jelasnya.

Para korban keganasan PKI itu selanjutnya dikumpulkan dan dikubur pada tiga lubang yang ada di monumen itu.  Untuk menghilangkan jejak, di atas lubang itu ditanami pohon pisang. “Tiga lubang itu tidak dalam, kedalamannya kurang dari satu meter,” jelasnya.

Ketiga lubang yang dibuat untuk menanam 62 korban, dua di antaranya berukuran kecil yakni sekitar 3,5 meter kali 2,5 meter; dan 3,5 meter kali 2,5 meter. Sedang satu lubang lagi ukurannya agak besar yakni sekitar 5,2 meter kali 2,5 meter. “Untuk lubang kecil dibuat mengubur 10 orang, sedang yang besar 42 orang,” jelasnya.

Sumadi Jamal, salah satu saksi sejarah dalam pembantaian di Desa Cemetuk ini pernah menyampaikan, saat dikubur itu sebenarnya para korban banyak yang belum mati. Bahkan, tanah yang dibuat untuk menguruk sempat terlihat gerak naik turun karena para korban sebenarnya masih bisa bernapas.

“Mbah Jamal memang pelaku sejarah, tapi sekarang sudah tua dan sakit,” sebut Supingi. Sambil menahan napas, Supingi menyampaikan monumen yang lokasinya menyatu dengan rumahnya ini dibangun atas swadaya dari masyarakat. Bahkan sampai saat ini, pemerintah juga kurang peduli dengan tempat yang sangat bersejarah ini. “Saya biasanya yang membersihkan, terkadang gotong royong,” cetusnya.

Kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap monumen ini, membuatnya sangat memprihatinkan. Cat kuning emas pada lambang Burung Garuda sudah mulai banyak yang kehitaman. Sejumlah tulisan pada monumen itu, tampak banyak yang mrothol. “Terakhir di cat pada 2007 lalu,” katanya. Semasa pemerintahan Bupati Samsul Hadi, monumen ini sering ramai dibuat kegiatan, terutama pada peringatan hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober.

GP Ansor menggelar pengajian dan tahlil bersama, dan para pelajar banyak yang datang untuk melihat peninggalan sejarah ini. “Ansor sekarang tidak pernah ada acara lagi,” ujarnya. Untuk kunjungan pelajar, sesekali masih ada yang datang.

Bahkan, mahasiswa dari luar Banyuwangi juga ada yang datang untuk melihat bukti kekejaman PKI di Dusun Cemetuk, Desa Cluring ini. “Terkadang, saya yang mendampingi kalau ada tamu pelajar atau mahasiswa itu,” sebutnya. (radar)