The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian

Often ridiculed by friends, When a Broken Motorcycle Sleeps in Overhang Shop

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

Di saat anak-anak lain asyik bermain usai sekolah, Rifqi Maulana Ishaq justru sibuk membantu orang tua. boy 12 tahun itu sehari-harinya membantu orang tuanya mencari rongsokan. Meski hidup serba pas-pasan, Rifqi tidak meninggalkan sekolah.

“Enggak tau. Enggak punya cita-cita,” kata Rifqi Maulana Ishak, 12, from the village of Krajan, Kalibaru Wetan Village, Kalibaru District, saat ditanya cita-citanya. Pertanyaan yang sejatinya amat mudah dijawab bagi anak-anak seusianya.

Rifqi Maulana Ishak, 12, atau Rifqi benar-benar kebingungan saat ditanya apa cita-citanya. Tidak seperti bocah lain yang dengan mantap akan menjawab dokter, police, atau youtuber di era sekarang, ia seperti takut untuk berangan-angan.

Rifqi dan empat saudara kandungnya Amelia Febriani, 14; Yasmin Azzahra Salsabila, 15; Siti Aisyah Nurjanah, 8, dan Muhammad Yusuf Alfarizi, 6, tergolong kurang beruntung. Bapaknya, Imam Rosidi, 45, hanya pencari rongsokan keliling dengan penghasilan Rp 50 thousand per day.

Kondisi ekonomi keluarganya yang kurang beruntung itu, membuat mereka ikut mengecap hidup serba kekurangan. Apa yang terjadi pada Rifqi, mungkin memang banyak dirasakan anak-anak dari keluarga lain.

Tak sedikit keluarga rapuh, dipaksa menanggung ongkos hidup yang tak sebanding dengan pendapatan keluarganya. Sesuatu yang membuat keputusasaan bocah kelas IV SD itu muncul. “Kalau jadi dokter atau arsitek harus sekolah yang tinggi, bapak gak punya duit buat biaya sekolah,” ucap anak pasangan suami istri (couple) Imam Rosidi dan Heni Eka, 43, itu pada Jawa Pos Radar Genteng.

Jeratan ekonomi membuat Rifqi terpaksa ikut membantu bapaknya membongkar tong sampah untuk mencari barang rongsokan. Meski lebih banyak memainkan lato-lato miliknya, kehadiran buah hati selalu bisa memompa semangat seorang bapak mengais rezeki.

Rifqi, lengkap dengan jaket lusuh dan kupluk untuk menghalau dingin di kepalanya, tampak sibuk membantu bapaknya mengais sampah di depan pertokoan Perum Madania, Wetan Tile Village, Tile District. “Sering ikut bapak cari rongsokan,He said.

Tangannya tampak biasa memasukkan kardus hingga botol bekas minuman ke karung yang disiapkan bapaknya. Occasionally, ia memainkan lato-latonya dan memakan cemilan pemberian orang lain. “Aku yang masukin ke karung, nanti bapak yang naikin ke keranjang (di atas motor),” ucapnya dengan polos.

Rifqi mengaku sudah lama ikut bapaknya mencari rongsokan. Sejak duduk di bangku kelas II SD, bocah kecil itu mengaku sudah kerap ikut sang bapak bekerja. Terlebih penyakit asam urat bapaknya, kerap memaksanya tertatih untuk berjalan jauh. “Kasihan bapak kalau gak ditemenin," he explained.

Ikut bekerja di usia belia, terlebih dengan jenis pekerjaan sebagai pemulung yang kerap dipandang sebelah mata, rupanya tidak membuat Rifqi malu. “Kenapa malu, sudah biasa kayak gini," he said.

even so, keputusan ikut bapaknya mulung pada akhirnya memang membuat Rifqi diasingkan sejawatnya di sekolah. Ia, sering dipanggil ‘anak pemulung’ dan akrab dengan kesendirian hingga perundungan. “Sepatuku sering disiram air sampai basah semua. Kakiku pernah ditendang sampai sakit buat jalan,He said.

Rifqi yang mengaku hanya dijatah uang saku Rp 1000 dalam sehari, cuma memiliki satu teman saja di sekolah. “Yang lain enggak mau temenan sama aku,” katanya seraya menyebut nasib malang itu juga menimpa adiknya, Yasmin.

Meanwhile, Imam mengaku tidak punya banyak pilihan. Dengan tanggunan lima anak, ia tak boleh pilih-pilih dalam mencari sumber cuan. “Cari rongsokan ini jadi satu-satunya yang paling menghasilkan. At least, setiap hari dapat Rp 50 thousand,Said Imam.

Berbeda dengan pencari rongsokan lain, according to the Imam, akan lebih mudah baginya mencari rongsokan ketika malam hari. Ia berangkat sekitar Pukul 19.00 dan biasa pulang sekitar pukul 23.00. “Saya hanya cari barang-barang yang sudah di bak sampah pertokoan. Sasarannya memang di sekitar (districts) Genteng ini," he said.

even so, pekerjaan ini rupanya baru ditekuni sekitar tiga sampai empat tahun yang lalu. Previously, ia akrab dengan pekerjaan yang lebih menguras fisik. “Dulu kerja bangunan, tapi menurut saya hasilnya tidak mencukupi,he explained.

more, banyak pekerja bangunan yang punya kondisi fisik lebih segar. Itu membuat jasanya mulai tak terpakai. “Karena sering tidak ada pekerjaan, akhirnya ya cari rongsokan seperti ini,"he said.

Bertahun-tahun cari rongsokan bersama putranya, tentunya ada banyak cerita yang berasil direkam Imam, baik yang menyenangkan dan menyedihkan. “Yang seneng pas waktu ketemu orang baik, dan dapat banyak rongsokan untuk dijual,He said.

Yang sedih, tentu saat berkaitan dengan pirantinya mencari rezeki. Seperti ketika sepeda motor Suzuki Shogun miliknya tiba-tiba ngadat di tengah jalan. “Kalau pas mogok dan bannya bocor itu susah banget. Apalagi pada malam hari," he explained.

Bila itu terjadi, tak jarang Imam dan Rifqi harus tidur di emperan toko yang dirasa aman sambil menunggu pagi dan ada bengkel buka. “Itu terjadi beberapa kali, saya dan Rifqi tidur dulu di pinggir jalan," he explained.

Meski kerap menghadapi kesulitan ekonomi, Imam masih bisa bernapas lega. Because, ia tercatat sebagai keluarga penerima bantuan dari Pemerintah Desa (village government) Kalibaru Wetan. “Dari desa dapat bantuan juga,He said.

Bantuan itu dianggap lumayan, bisa meringankan beban keluarganya yang masih harus membiayai sekolah anak-anaknya. “Sebentar lagi yang (child) pertama mau lulus SD, mau melanjutkan ke MTs," he said.

Sambil merapikan keranjang rongsokannya, Imam mengatakan berniat mementaskan sekolah anak-anaknya. “Berharap anak-anak bisa sukses semua, bisa merubah nasib dan tidak seperti orang tuanya,"hope".(abi)

source