Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Jaranan Buto, Asli Hasil Kreasi Seniman-Seniman Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Salah-satu-adegan-saat-jaranan-buto-berhasil-memburu-celengan-setelah

Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, pada Sabtu (20/8) dan Minggu (21/8) terlihat cukup ramai. Suara bunyian  seperangkat gamelan terdengar mengentak  dan melengking. Suara kendang bersahutan dengan bunyi terompet  (srumpet) yang melengking.

Gamelan dari para penabuh di atas pentas terdengar cukup rancak. Enam  penari yang mengenakan kostum dengan  dominasi warna hitam, merah, dan  kuning, dan bertubuh kekar, tampak memasuki arena dengan wajah sangar.

Kelincahan dan gemulai gerak para penari itu menjadikan satu komposisi  yang menarik. Para penari yang memerankan karakter buto itu, semuanya menunggang kuda. Kuda yang menjadi tunggangan itu, semua berkepala buto, bukan kuda seperti kuda lumping.

Di tengah tarian dengan iringan gamelan, tiba-tiba salah seorang penari mengalami kesurupan dan tampak buas memakan bunga yang disajikan untuk sesaji. Penari yang kesurupan itu, kemudian menggunakan borongan untuk menari dan menyerang  penari lainnya.

Hingga akhirnya, terjadilah pertarungan. Selanjutnya, muncul penari lain dengan menunggang celengan. Berbeda dengan tarian jaranan buto, penari celengan ini tampak lebih lincah dan gesit. Adegan itu merupakan penampilan awal kelompok jaranan buto.

Para penari itu diibaratkan kelompok buto yang mau berburu babi hutan atau dalam tarian itu melambangkan celengan. Di tengah perburuan dalam hutan, ada seekor naga raksasa menghalangi pasukan buto itu. Alih-alih mendapatkan celeng, justru mereka harus bertempur dengan buto yang akan memangsa para pemburu itu.

Pertarungan sengit pun dilakukan, naga atau borongan kalap dan kesurupan dihalau para buto menggunakan cemeti. Dalam pertarungan itu, naga atau barongan itu pun akhirnya bisa dikalahkan, para buto melanjutkan perburuan sampai menemukan celeng.

Itulah cerita sepintas dalam kesenian jaranan buto. Sebuah kesenian yang cukup popular di tengah masyarakat, terutama yang ada di Banyuwangi Selatan.

Setiap ada pementasan, selalu dipenuhi penonton. Jaranan buto merupakan kesenian asli Banyuwangi. Meski, kesenian ini tidak lepas dari jaranan yang ada di Kabupaten Trenggalek. Sumber mengenai jaranan, memang  cukup beragam.

“Jaranan buto itu asli kesenian Banyuwangi,” cetus ketua Paguyuban Jaranan Buto Kabupaten Banyuwangi, Kondang Suryaningrat. Jaranan buto itu merupakan hasil kreasi dari seniman jaranan Banyuwangi. Untuk jaranan, itu berasal dari Kabupaten Trenggalek.

Kesenian ini masuk ke Bumi Blambangan sekitar tahun 1958.  Orang yang membawa jaranan dari Trenggalek itu, adalah Turut Mat Lehar. Turut Mat Lehar yang asli Trenggalek, datang ke Banyuwangi dan tinggal di Dusun Tanjungrejo, Desa  Kebondalem, Kecamatan Bangorejo. Di tempat barunya itu, mengembangkan jaranan sengkler.

“Dulu itu jaranan menaiki kuda ganteng, tidak sangar seperti jaranan  buto,” terangnya. Dalam mengembangkan kesenian  jaranan itu, Turut Mat Lehar memiliki tiga murid, yakni Setro dan Usik yang tinggal di Desa Bangorejo, dan  Darmi yang menetap di Dusun   Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring.

“Para murid Turut itu mengembangkan jaranan dengan membuat kreasi baru,” katanya. Dalam pengembangan jaranan itu, pada tahun 1964, Setro berhasil membuat kreasi baru dari jaranan asal Trenggalek itu yang akhirnya diberi nama jaranan  buto. Jaranan buto itu disesuaikan  dengan budaya dan sejarah di  telatah Bumi Blambangan.

“Kreasi jaranan buto itu penggabungan karakter buto yang merujuk pada  Prabu Minak Jinggo,” ungkapnya. (radar)

Kata kunci yang digunakan :