Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Kisah Nenek Mariyam, Cari Nafkah Jadi Tukang Tambal Ban di Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Masih Sempat Urus Suami Sakit

SIANG itu cuaca sedang mendung. Lalu-lalang kendaraan di jalan raya Dusun Krajan, Desa Sumbersari, Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi cukup ramai. Suara klakson kendaraan terdengar bersahutan. Di tepi jalan raya itu, seorang nenek sibuk sedang menambal ban sepeda yang bocor.

Pekerjaan tambal ban umumnya dilakoni seorang lelaki. Tapi, ada seorang perempuan yang bahkan sudah berusia lanjut, bergumul dengan pekerjaan ini selama bertahun-tahun. Dialah Mariyam, yang kini berumur 70 tahun. Nenek dengan tiga anak dan empat cucu itu, semangat memperbaiki kendaraan yang masuk ke bengkelnya. Ia terlihat sangat terampil dalam pekerjaannya itu.

Dengan tangannya yang sudah berkerut, Mariyam memperbaiki sepeda ontel. Di bengkelnya itu, nenek ini tidak hanya melayani sepeda dayung, tapi juga sepeda motor. ”Saya melanjutkan usaha suami,” terang Mariyam.

Sambil menghela napas, Mariyam mengisahkan pekerjaannya sebagai tukang tambal ban yang dulunya dijalani oleh suaminya Sumiran, 89. Suaminya itu, tak lagi bisa bekerja karena sudah lemah dan sakit. Sehingga tak lagi bisa menekuni pekerjaan yang dilakoninya sejak masih muda.

”Awalnya itu saya melihat-lihat saat suami sedang kerja, lalu saya tiru cara kerjanya,” ujarnya.

Sejak suaminya sakit dan tidak bisa mencari nafkah 15 tahun lalu, usaha tambal ban sepeda itu dilanjutkan oleh Mariyam. Itu dilakukan setelah tiga anaknya tidak ada yang mau meneruskan pekerjaan bapaknya. Ia rela menjadi tukang tambal ban demi kelangsungan hidupnya, dan tidak mengandalkan bantuan dari anaknya.

”Sudah lama sakit (suami Mariyam, Red), jadi saya yang meneruskan pekerjaannya,” katanya

Mariyam mengaku, usaha tambal bannya itu pernah mengalami kejayaan. Sebab, di masa itu masih jarang tukang tambal ban. Tapi usahanya itu mulai meredup seiring banyaknya tukang tambal ban. Malahan, di daerahnya kini ada empat tukang tambal ban.

”Sekarang sudah banyak saingan. Saya dulu membuka bengkel ini tidak ada bengkel sama sekali,” terangnya.

Di bengkelnya itu tidak hanya melayani jasa tambal ban saja. Tapi juga jualan sejumlah peralatan elektronik seperti kabel, stop kontak, lampu, dan lainnya. Sedangkan yang dipajang di pinggir jalan, ada bahan bakar minyak (BBM) eceran dan ban bekas.

”Kini barang dagangannya berangsur habis,” ungkapnya.

Semua peralatan dan bahan dagangan yang ada di gerainya itu, didapat dari toko. Untuk belanja, dilakukan dengan minta tolong tukang ojek. ”Saya hanya memberi upah satu liter bensin saja ke tukang ojek itu,” paparnya.

Untuk bengkelnya itu sendiri dibuka setiap pukul 08.00 dan tutup sekitar pukul 16.00 WIB. Di sela itu, ia juga mengurus suaminya yang sedang sakit.

”Kalau tidak sibuk, saya rawat suami. Kalau ada kerjaan tambal ban, suami saya tinggal di kamar sendirian,” paparnya.

Mariyam menyebut tambal ban yang dilakukan itu hanya untuk kendaraan sepeda ontel dan motor saja. Biasanya, untuk menambal sepeda ontel tarifnya Rp 5.000. Kalau tambal ban sepeda motor, dipatok Rp 10 ribu. ”Kalau bocornya lebih satu, biasanya ongkos tambah,” ujarnya.

Dengan suara lirih, Mariyam mengatakan jika hendak memasak, ia mencari waktu sepi. Sehingga tidak membuat pemilik kendaraan yang menambal ban di tempatnya menunggu lama.

”Yang jelas harus bisa mengatur waktu saja, kalau memang sibuk ya bengkelnya saya tutup,” ungkapnya.

Mariyam kini tinggal hanya dengan suaminya yang sedang sakit. Ia pun tidak ingin berhenti bekerja sebagai tukang tambal ban. ”Saya itu ingin mandiri dan tidak bergantung sama anak,” jelasnya.

Walaupun penghasilan dari tambal ban itu tidak seberapa, baginya sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan, uang hasil menambal ban itu juga disisihkan untuk cucunya yang berkunjung ke rumahnya.

”Kadang mereka ke sini. Bagi saya itu rezeki yang sudah cukup untuk saya dan suami,” pungkasnya.