Empat Tahun Seperti Les Privat, Belajar Biasa di Ruang Kelas
SUASANA di ruang kelas VI SDN 3 Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo, terlihat cukup tenang. Ruangan yang cukup luas itu, nyaris tidak terdengar ada suara siswa. Di ruangan itu, banyak berjejer meja dan kursi untuk siswa yang tertata rapi.
Dari deretan meja-kursi itu, terlihat hanya ada satu siswa yang serius mengerjakan soal tryout. Sesekali mata siswa itu tampak mengamati sekitarnya. Tidak ada senyum dari raut wajahnya, bibirnya seolah juga terkunci rapat. Maklum, siswa itu memang tidak ada teman lagi.
Dia satu-satunya siswa kelas VIyang ada di SDN 3 Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo. Siswa itu adalah Lutfi Andriani, 12, asal Dusun Jatiluhur, RT 5, RW 2, Desa Glagahagung. Mengerjakan soal di ruang dengan sendirian, bagi Lutfi sudah biasa.
Siswa itu, juga tampak tenang saat kepala sekolah SDN 3 Glagahagung, Beja Sutrisna, masuk ke ruangan untuk melihatnya dalam mengerjakan soal tryout yang digelar Jawa Pos Radar Banyuwangi bersama Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi itu, Apa yang dilakukan Lutfi saat tryout, tidak jauh beda dengan yang dilakukan siswa pada umumnya.
Hanya saja, Lutfi tak bisa mengobrol dengan siswa lain. Dia juga tidak bisa melakukan praktik curang dengan nyontek karena dipantau terus oleh sang pengawas. Setelah mengerjakan soal mata pelajaran Bahasa Indonesia, Lutfi menceritakan perjalanan selama menempuh pendidikan di SDN 3 Glagahagung.
Dia mengaku, harus sekolah sendirian di ruang kelas sejak duduk di bangku kelas III. “Dulu itu ada dua teman, tapi karena orang tuanya pindah teman itu ikut pindah sekolah,” ujar putri pasangan Sogini dan Susiati itu. Karena hanya sendirian di kelas, setiap hari Lutfi harus menerima berbagai pelajaran dari guru di ruang kelas tanpa ada yang lain. Sehingga, sistem belajar-mengajar yang diterima terlihat seperti les private.
“Sejak kelas III saya belajar di kelas sendirian,” terangnya. Meski hanya sendirian, waktu belajar di ruangan juga tidak beda dengan sekolah lain yang jumlah muridnya banyak. Guru yang mengajar sering memberi tugas dan mengerjakan PR.
Lutfi mengaku sempat bosan menjalani proses belajar mengajar sendirian itu. Tapi, rasa bosan itu hilang ketika sistem pengajaran tidak monoton. “Kadang-kadang pak guru mengajak keluar, kadang saya juga yang minta belajar di taman,” jelasnya.
Dengan sekolah sendirian, sebenarnya ada manfaat. Dia tidak pernah ketinggalan mata pelajaran dari gurunya. Selain itu, dia juga tidak pernah melewatkan pelajaran yang ada di sekolah. Maklum, pada saat Lutfi tidak masuk karena sakit atau sebab lain, kelasnya juga libur.
Agar tetap bisa bersaing, Lutfi mengaku dirinya juga menjalani les privat dengan guru lain di rumahnya. Tak hanya itu, dia juga ikut belajar kelompok dengan siswa seangkatan dari sekolah lain. “Ikut belajar kelompok karena ada beberapa siswa dari sekolah lain di sekitar rumah,” jelasnya.
Dengan adanya tryout ini, Lutfi mengaku sudah siap untuk mengikuti ujian nasional. “Saya punya cita-cita mau jadi guru, selama ini saya diajari oleh banyak guru, mereka langsung memberikan pelajaran kepada saya,” katanya. Salah satu guru SDN 3 Glagahagung, Suyitno yang biasa mendampingi Lutfi mengaku tidak pernah memperlakukan istimewa pada Lutfi. Menurutnya, mengajar satu siswa dan banyak siswa itu rasanya sama saja.
“Saya dan guru di sini tidak pernah membedakan, jadi semuanya niat mengabdi, termasuk saat mengajar Lutfi yang sendirian,” katanya. Hanya saja, yang risakan Lutfi sebagai siswa tunggal di kelas tentu sangat berat. Makanya, para guru selalu mendampingi agar tetap semangat dalam belajar.
“Guru-guru di sini semuanya bangga kepada Lutfi, dia diharapkan bisa lulus dengan nilai yang baik,” cetus Kepala SDN 3 Glagahagung, Beja Sutrisna.(radar)