Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Melawan Keputusan Menteri

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

MENTERI sebagai anggota kabinet merupakan kepanjangan tangan presiden. Tentu saja, keputusan menteri yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat juga termasuk produk hukum pemerintah pusat. Oleh karena itu, apa pun yang telah menjadi keputusan menteri (kepmen) memiliki konsekuensi hukum bagi pelanggarnya. Nah, yang terjadi di Banyuwangi dan Situbondo kali ini ada su- atu fenomena yang melawan keputusan menteri.

Dalam hal ini, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah me- ngeluarkan keputusan tentang harga elpiji ukuran tiga kilogram (Kg). Menteri ESDM sudah menetapkan harga elpiji 3 Kg dari SPBE sebesar Rp 11.550. Selanjutnya, agen elpiji menjualnya kepada pangkalan sebesar Rp 11.850. Artinya, sudah ada ke- untungan bagi agen elpiji sebesar Rp 300 per tabung. Keuntungan untuk pangkalan ditetapkan Rp 900 per tabung.

Namun, yang terjadi ini, para agen yang tergabung dalam Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak Bumi dan Gas (Hiswana Migas) Jember menaikkan secara sepihak laba untuk agen. Meski menteri sudah menetapkan laba agen Rp 300 per tabung, Hiswana Migas menaikkan sendiri laba agen menjadi Rp 500 per tabung. Tentu saja, kenaikan harga elpiji subsidi tersebut memicu kenaikan harga elpiji di pasaran.

Akibatnya, harga elpiji melonjak dari kisaran Rp 13.500 menjadi 15.000 per tabung. Tentu saja yang paling merasakan imbas kenaikan itu adalah rakyat kecil. Sebab, mereka adalah konsumen utama elpiji tabung hijau tersebut. Sedangkan masyarakat kelas menengah ke atas lebih banyak memakai elpiji nonsubsidi. Fakta ini boleh dibilang lebih parah daripada yang terjadi saat pemerintah menaikkan bahan bakar minyak jenis premium. Karena premium juga digunakan oleh mobil-mobil yang dipakai masyarakat menengah ke atas.

Bedanya, rencana kenaikan BBM premium itu mendapat reaksi keras berbagai elemen masyarakat. Kali ini, kenaikan elpiji subsidi secara sepihak oleh Hiswana Migas Jember belum direaksi publik. Apalagi, kebijakan tersebut bertentangan dengan keputusan menteri ESDM. Bila ini dibiarkan, berarti pemerintah tak punya “wibawa” karena keputusannya yang menyangkut rakyat banyak itu dengan mudah dikangkangi. Sebaliknya, bila rakyat waktu itu ramai menolak kebijakan kenaikan BBM, tapi kini membiarkan kenaikan elpiji subsidi, oh.. sungguh terlalu…(radar)