Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Menteri Semburkan Uang Receh dan Beras Kuning

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Arak-arakan Barong Ider Bumi berjalan mengelilingi jalan Desa kemiren, Kecamatan Glagah.

GLAGAH – Ritual upacara adat arak-arakan barong ider bumi dilaksanakan warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi kemarin (26/6). Acara tahunan yang di gelar rutin setiap dua Syawal di bulan hijriah itu berlangsung semarak dengan dihadiri menteri Pariwisata RI, Arief Yahya dan penyanyi dangdut asal Banyuwangi, Danang.

Menpar Arief Yahya dan istri didampingi Bupati Abdullah Azwar Anas memberangkatkan pawai barong ider bumi. Mereka memberangkatkan pawai dengan ditandai pelepasan burung merpati putih dan penarikan ketupat secara bersama-sama.

Peserta pawai barong ider bumi yang sudah bersiap langsung berangkat dari gerbang masuk Desa Kemiren ke arah barat menuju tempat mangku barong sejauh dua kilometer. Sembari berjalan, dua orang warga di barisan terdepan memegang bokor berisi uang koin receh yang dicampur beras kuning dan bunga. Uang itu dilemparkan (disembur) ke arah penonton.

Tak pelak, sejumlah penonton saling berebut untuk mendapatkan uang koin tersebut. Warga yang sudah berjajar di sepanjang jalan desa menunggu peserta arak-arakan barong ider bumi langsung saling berebut begitu uang receh bercampur beras kuning disemburkan (dilemparkan).

Suasana semakin riuh tatkala, Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Bupati Anas kompak ikut sembur othik dengan melemparkan uang receh bercampur beras kuning dan bunga kenanga itu kepada warga yang sudah berjajar.

“ Ayo lagi pak, lempar lagi uangnya,” teriak salah seorang penonton berharap uang sembur othik. Bagi sejumlah penonton, uang hasil sembur othik tersebut bisa menjadi lambang atau pertanda datangnya rezeki yang akan diterima selama setahun mendatang. Selain itu, uang receh hasil sembur othik juga untuk bisa menjadi syarat bagi pedagang untuk pelaris.

“Rezeki sudah diatur, tapi kita toh tetep berikhtiar dan berusaha dengan bekerja,” ujar Jumali, 51 salah seorang warga asal Singojuruh. Usai ritual sembur othik-othik, arak-arakan barong digiring kembali ke arah timur untuk menggelar selamatan dengan menu utama nasi tumpeng ‘pecel pitik’ (ayam kampung yang dibakar dengan ditaburi kelapa).

Ratusan tumpeng ‘pecel pitik’ ditata rapi berjajar di sepanjang jalan. Masyarakat dan pengunjung yang menyaksikan ritual sakral ini juga turut diajak kenduri karena setiap rumah membuat tumpeng yang sengaja disuguhkan untuk dinikmati warga lain yang hadir.

“Selametan ini bertujuan agar harapan-harapan masyarakat bisa terkabul,” ujar Haidi Bing Slamet, koordinator Barong lder Bumi. Sajian selamatan yang disuguhkan seperti tumpeng serakat, jenang abang, sego golong, dan pecel pitik merupakan salah satu bagian harapan yang divisualisasikan melalui selamatan.

Pecel Pitik misalnya bermakna ngucel ngucel ketiti apik. Artinya sebelum masyarakat melaksanakan aktivitas apa pun, diawali dengan bersedekah agar apa yang menjadi harapan bisa terkabul dan usaha yang dicapai dapat meraih hasil yang optimal.

Sembur othik bisa dimaknai bagian sedekah yang dibagikan kepada warga, serta untuk membuka jalan bagi masyarakat desa Kemiren agar setahun ke depan masyarakat bisa lebih lancar dan dihilangkan serakat (sesuatu hal yang negatif).

Khusus tahun sembur othik untuk tahun ini, panitia mupu atau mengambil dari rumah ke rumah melalui ketua RT. “Untuk uang receh sembur othik ini kita dapatkan dari masyarakat sebanyak Rp. 2 juta,” jelas lelaki yang akrab dipanggil Edi ini.

Barong Ider bumi tersebut, kata Edi merupakan cara masyarakat Desa Kemiren untuk menghibur masyarakat saat hari raya Idul Fitri. Salah satunya dengan mengadakan arak-arakan keliling kampung.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, ritual itu tidak dilaksanakan karena terkendala hujan. Saat kegiatan itu vakum, Desa Kemiren dilanda pagebuk (wabah penyakit). Tidak hanya wabah penyakit yang menyerang warga, ratusan hektare sawah juga diserang hama sehingga menyebabkan gagal panen.

Warga pun mengadakan tirakatan dan berdoa memohon petunjuk dari Yang Mahakuasa. Akhirnya, salah seorang tetua adat Desa Kemiren yang bernama Mbah Buyut Cili mendapatkan Wangsit lewat mimpinya.

Dalam mimpinya, disebutkan untuk mengusir penyakit dan hama yang melanda desa, penduduk harus mengadakan selamatan kampung dengan menggelar ritual arak-arakan barong untuk menolak bencana.

Warga pun lalu melaksanakan ritual sesuai mimpi tetua desa. Usai arak-arakan barong dilakukan, bencana menjauh dan aktivitas masyarakat Desa Kemiren berlangsung dengan sejahtera.

“Sejak saat itulah hingga kini, ritual arak-arakan barong ider bumi tersebut tetap dipertahankan sebagai bagian ikhtiar untuk menolak bahaya (bala) yang mengancam keselamatan penduduk desa,” terangnya.(radar)