Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Menyibak Sejarah Jalur Gumitir, Pintu Gerbang Jember-Banyuwangi yang Tak Pernah Sepi Cerita

menyibak-sejarah-jalur-gumitir,-pintu-gerbang-jember-banyuwangi-yang-tak-pernah-sepi-cerita
Menyibak Sejarah Jalur Gumitir, Pintu Gerbang Jember-Banyuwangi yang Tak Pernah Sepi Cerita

KOMPAS.com – Akses lalu lintas Jalur Gumitir yang menghubungkan Jember–Banyuwangi, Jawa Timur, kembali bisa dilalui sejak Kamis (4/9/2025) pukul 00.00 WIB.

Jalur darat yang dikenal rawan longsor ini bukan hanya penting sebagai akses transportasi, tetapi juga menyimpan sejarah panjang, mulai dari masa kolonial Belanda hingga tragedi 1965.

Gunung Gumitir, yang berada di wilayah Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Jember, pada masa lalu pernah menjadi lokasi pembuangan mayat orang-orang yang dituduh terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pal kuning dan jurang-jurang yang kini ditanami kopi diyakini sebagai kuburan massal korban pembantaian.

Baca juga: Jalur Gumitir Dibuka Lebih Cepat, Akses Banyuwangi–Jember Kembali Lancar

Sejarah Jalur Gumitir dari Masa Kolonial

Sejarawan asal Jember, RZ Hakim, menjelaskan bahwa jalur darat Jember–Banyuwangi pada mulanya hanya berupa jalan setapak tanah yang digunakan warga sekitar. 

Jalur itu hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki atau menunggang kuda.

“Menurut manuskrip Blambangan memang sudah ada jalan lampau untuk warga-warga lokal, berupa tanah dan biasanya dilewati dokar atau pegon (cikar yang ditarik sapi),” ujar Hakim kepada Kompas.com, Rabu (13/8/2025).

Sebelum adanya jalur kereta api, hasil bumi dari Banyuwangi dan Jember dikirim lewat jalur pantura Banyuwangi–Situbondo. Pembangunan jalur kereta api yang membelah Gunung Gumitir direncanakan Pemerintah Hindia Belanda setelah jalur Kalisat–Panarukan diresmikan pada 1897.

Jalur tersebut akhirnya rampung pada 1904, sekaligus menjadi tonggak awal pembangunan jalan darat.

Baca juga: Jalur Gumitir Jember-Banyuwangi Dibuka, Perbaikan di Tikungan Mbah Singo dan Khokap Masih Berlangsung

Sekitar tahun 1910, jalur darat mulai dibangun dan diperlebar. Jalan tersebut masih berupa tanah padat tanpa penerangan. Hindia Belanda merancang jalur berkelok dengan saluran irigasi menuju areal perkebunan.

Sejak itu, jalur Gumitir resmi digunakan sebagai akses transportasi nasional.

“Tahun 1920 ada bukti foto perbaikan jalur Gumitir, kemungkinan longsor,” kata Hakim. Ia menambahkan, sejak dulu longsor di Gumitir memang kerap terjadi karena kondisi geologi gunung purba yang rapuh.

Ekspansi Perkebunan Dorong Infrastruktur

Proses perbaikan Jalur Gumitir Jember masih terus berlangsung, Kamis (21/8/2025).KOMPAS.com/Mega Silvia Proses perbaikan Jalur Gumitir Jember masih terus berlangsung, Kamis (21/8/2025).

Hakim menuturkan, perkembangan perkebunan di Jember menjadi faktor utama pembukaan jalur Gumitir. Perusahaan swasta seperti NV. Landbouw Maatschappij Soekowono yang berdiri pada 1856, serta Landbouw Maatschappij Oud Djember (LMOD) pada 1859, menjadi pionir lahirnya banyak perkebunan lain di wilayah ini.

“Secara tak langsung, ekspansi perkebunan memberikan pengaruh luar biasa untuk perkembangan infrastruktur,” jelas Hakim, pendiri Studi Arsip, Sejarah, dan Lingkungan Sudut Kalisat itu.

Perkebunan Jember kemudian meluas hingga Besuki dan Banyuwangi, dengan jalur Gumitir sebagai penghubung utama distribusi hasil pertanian.

Baca juga: Kamis Ini, Tikungan Mbah Singo di Jalur Gumitir Mulai Dibuka


Page 2

Selain sebagai jalur ekonomi, Gumitir juga menyimpan sejarah kelam. Hakim menyebut, cerita tutur masyarakat mengisahkan jurang-jurang yang kini ditanami kopi pernah menjadi tempat pembuangan korban pembantaian 1965.

“Antara 2003 sampai 2005, masyarakat ramai menanam kopi di jurang-jurang dan lereng sepanjang Gumitir. Padahal, dahulunya Gumitir dipenuhi vegetasi pohon yang bahkan lebih rindang dari saat ini,” ungkapnya.

Menurut Hakim, penanaman kopi rakyat tanpa penataan sejak awal justru memperburuk kondisi tanah. Akar kopi yang pendek tidak mampu menahan tanah di Gumitir yang rawan longsor.

“Ketika longsor, kopi akan membawa banyak tanah,” ujarnya. Tanah yang terus bergerak membuat jalur rawan retak, miring, hingga sering memicu kecelakaan lalu lintas.

Baca juga: Jalur Gumitir Banyuwangi-Jember Dibuka 4 September, Sopir Sambut Lega

Perbaikan dan Penanganan Longsor

Sebagai gunung purba yang rapuh, Gumitir membutuhkan penanganan khusus. Perbaikan jalan dilakukan berulang kali, namun sifatnya hanya memperkuat jalur agar bertahan lebih lama.

Saat ini, salah satu titik rawan longsor yang tengah diperbaiki adalah di Km 233+500 atau dikenal dengan sebutan Tikungan Mbah Singo.

Pemerintah memasang cor beton atau bored pile untuk memperkuat tanah, menggantikan fungsi akar pohon yang hilang akibat alih fungsi lahan menjadi kebun kopi.

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Menguak Sejarah Jalur Gumitir, Gunung Purba Rawan Longsor dan Kuburan Massal Korban Pembantaian”

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini