Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Pasca Banjir Bandang, Warga Butuh Air Bersih

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Sejumlah kawasan mulai mengeluhkan sulitnya mendapatkan air bersih pasca terjadinya banjir bandang, Jumat (22/6/2018) kemarin.

Seperti yang terjadi di Desa Sumberarum, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi. Warga setempat sulit mendapatkan persediaan air bersih lantaran saluran air yang biasa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari rusak dan tidak bisa digunakan.

“Akibat banjir ini fasilitas umum seperti saluran air dan tandon rusak. Luapan air berasal dari tiga sungai, yakni Sungai Badeng, Kumbo dan Gumarang,” ungkap Kepala Desa Sumberarum, Ali Nurfatoni, Sabtu (23/6/2018).

Ali mengatakan, selain merusak fasilitas umum, banjir juga mengancam pertanian warga setempat. Akibatnya warga terancam mengalami gagal panen. “Dam di sungai Badeng yang pernah jebol beberapa waktu lalu kini kembali hancur gara gara diterjang banjir. Dam ini mengaliri area pertanian seluas 400 hektare,” jelas Ali.

Menurut Ali, saat ini para petani memang sudah selesai masa panen. Namun ke depan jika kondisi masih sama, maka para petani tidak bisa memanfaatkan air sungai badeng.

Selain melanda di Desa Sumberarum, banjir tersebut juga melanda desa desa lainnya, seperti Desa Sumberbulu, Parangharjo, Bedewang yang juga masuk di Kecamatan Songgon.

Sedangkan untuk Banjir di Sungai Kumbo menimbulkan kerusakan di berbagai sektor. Selain area pertanian warga, lokasi air terjun Kembar Arum dan Telunjuk Raung juga terkena imbasnya.

“Dua air terjun itu terkena efek banjir. Kembar Arum yang lebih parah karena lokasinya berada di bawah,” jelasnya.

Selain itu, banjir di sungai Kumbo itu juga mengakibatkan saluran air bersih yang dimanfaatkan warga juga hancur. Bak penampung hancur dan banyak pula yang berantakan.

Selain menghancurkan saluran air bersih, banjir di Sungai Gumarang juga merusak area lahan pertanian warga yang selama ini ditanami sayur Selada.

“Tumpukan bebatuan di tepi sungai untuk lahan Selada berubah menjadi sungai dengan lumpur pekat. Padahal di sini ada ratusan hektar lahan,” pungkasnya.