BANYUWANGI, KOMPAS.com – Ratusan ibu saling bersorak antusias saat lomba unting-unting atau ikat kangkung digelar di Lapangan Giri, Kelurahan Penataban, Kecamatan Giri, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (19/11/2025).
Para peserta terbagi dalam dua kategori yaitu peserta berasal dari seluruh RT se-kelurahan Penataban serta lomba unting-unting kangkung tingkat kelurahan se-Kabupaten Banyuwangi.
Diberi waktu satu menit, para peserta yang seluruhnya mengenakan pakaian hitam dan rok batik khas Suku Osing, saling adu cepat untuk mengikat kangkung sebanyak-banyaknya, dengan aturan setiap ikatan berisi enam batang kangkung.
Sesi pertama, para peserta akan mengikat kangkung jenis ketok, sementara sesi berikutnya kangkung yang diikat berjenis kangkung oyot yang dikenal lebih sulit untuk proses pengikatan.
Baca juga: Cara Tanam Kangkung Tanpa Tanah yang Panen dalam 30 Hari, Daun Lebih Besar dan Renyah
Lomba unting-unting tersebut digelar dalam rangka hari peringatan Asosiasi Lurah Indonesia (ASLI) Banyuwangi. Lomba kalini adalah gelaran kedua setelah gelaran pertama pada peringatan kemerdekaan Agustus 2025 lalu.
Lurah Penataban, Komariyah mengatakan acara tersebut digelar sebagai upaya mengenalkan potensi daerahnya yang merupakan sentra kangkung terbesar di Banyuwangi.
“Masyarakat kami terutama ibu-ibu mayoritas bertani kangkung,” ujar Komariyah.
Kangkung-kangkung yang dihasilkan dari tanah Kelurahan Penataban dikenal sebagai kangkung berkualitas baik dan dijual ke berbagai pasar di wilayah ujung timur Pulau Jawa itu, khususnya di wilayah kota.
Menurut Komariyah, untuk lomba tersebut, panitia mengambil lima pemenang perlombaan untuk mendapatkan piala serta hadiah berupa beragam sembako.
Namun, meski hadiah sederhana, Komariyah mengatakan, lomba tersebut menarik antusiasme tinggi dari masyarakat setiap kali digelar.
Salah satu peserta, Suryani (53) yang juga merupakan penjual kangkung mengungkapkan serunya mengikuti perlombaan unting-unting.
“Belum pernah ikut, baru pertama kali. Lumayan tadi bisa dapat empat ikat,” ujar Suryani.
Baca juga: Cara Masak Tumis Kangkung Tanpa Saus Tiram, Ini Tips Agar Sayur Tetap Hijau
Meski mengikat kangkung cukup sulit terutama karena diburu waktu sehingga kurang fokus, namun Suryani mengaku senang bisa turut meramaikan perlombaan tersebut.
Peserta lainnya, Mbah Zaenab (71), gerakannya saat lomba sangat cekatan sebab ternyata dia puluhan tahun telah bekerja sebagai buruh unting-unting.
“Saya sudah mengikat kangkung sejak muda, mungkin lebih dari tiga puluh tahun. Senang masih ada yang menghargai pekerjaan ini,” tutur dia.
Sementara, salah satu peserta lain yang lebih muda, Habibah (33), mengaku baru pertama kali mengikuti lomba tersebut.
Meski sempat gugup, warga asli Kelurahan Penataban itu merasa bangga bisa ikut melestarikan tradisi lokal daerahnya.
“Pengalaman ini luar biasa. Bukan hanya tentang lombanya, tapi cara mengenalkan budaya unting-unting ke masyarakat luar,” ujar dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang







