Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Sehari, Warga Srono Santap 100 Kg Tahu

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

SRONO – Produksi tahu lokal di wilayah Kecamatan Srono mencapai kisaran 100 Kilogram (Kg) per hari. Total produksi tahu  tersebut diproduksi oleh beberapa produsen lokal di wilayah Kecamatan Srono. Hasil pantauan wartawan Jawa Pos Radar  Banyuwangi, hanya ada beberapa produsen   home industry tahu di Srono.

Salah satu yang  terbesar adalah pabrik tahu lokal milik Kasiyati, 50, di Desa Kebaman. Selain itu, ada tiga lokasi pabrik tahu rumahan lainnya, dengan produksi yang tidak terlalu besar di wilayah tersebut.  Kasiyati memproduksi tahu lokal selama 30  tahun. Dalam sehari, industri keluarga itu bisa membuat 40 Kg tahu.

‘’Jumlah sebanyak itu rata-rata ludes terjual. Banyak pedagang sekitar yang kulakan di sini,’’ ujar Kasiyati. Sedangkan beberapa pabrik tahu lain di Srono, hanya memiliki kapasitas produksi 20  Kg hingga 30 Kg per hari. Sehingga, total  produksi tahu lokal di wilayah tersebut sekitar  satu kuintal per hari.

Sementara itu, produksi tahu lokal di Kecamatan Srono masih mengandalkan bahan baku kedelai impor. Kedelai itu direndam sekitar empat jam lalu dicuci bersih. Setelah bersih, kedelai digiling dan direbus sampai mendidih. Selanjutnya, rebusan tepung kedelai itu disaring untuk diambil  ampasnya dan ditambahkan  cuka.

Proses terakhir adalah perendaman dan pengendapan. Endapan putih inilah yang kemudian dipotong-potong menjadi tahu siap jual. ‘’Semua proses itu tuntas dalam waktu satu hari,’’ ujar Kasiyati. Sekadar diketahui, tahu produsen lokal itu didistribusikan ke para pedagang di Pasar Srono.

‘’Kami tidak pernah menjual ke luar daerah karena sudah banyak saingannya. Biasanya pedagang beli Rp 35.000 untuk 2 Kg tahu,’’ tuturnya. Dia menambahkan, produksi tahu  harian bisa saja lebih dari 40 Kg jika ada pesanan khusus. Namun, tidak  setiap hari ada order tambahan.

“Kami lebih sering melayani pedagang di Pasar Srono. Produksi normal itu sekitar 40 Kg per hari,” ujar perempuan yang 30 tahun menggeluti bisnis tahu itu. Sejauh itu, kata dia, problem produksi tahu masih datang dari  bahan baku kedelai. Saat ini, sesekali ditemui kedelai yang diberi obat agar cepat kering.

Padahal, kedelai tersebut sebenarnya masih terlalu muda. Jika menggunakan bahan baku kedelai semacam itu, tahu yang diproduksi akan menjadi tidak enak cita rasanya. ‘’Kami para produsen di sini lebih suka kedelai yang keringnya alami,’’  ujarnya.

Sementara itu, untuk mendapatkan kedelai yang berkualitas, produsen harus merogoh kocek  Rp 8.000 per Kg. Kasiyati memilih membeli kedelai impor karena kualitasnya lebih baik. ‘’Memang  lebih mahal daripada kedelai lokal,’’  ujarnya. (radar)