Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Serunya Festival Mainan di Taman Blambangan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Bagaimana jadinya kalau anak-anak berkumpul di lapangan lalu menampilkan kepiawaian bermain. Tentu suasananya bakal meriah dan penuh gelak tawa. Mereka saling adu kepintaran untuk menampilkan yang terbaik. Itulah yang terlihat di lapangan Blambangan siang kemarin.

Ribuan anak-anak sekolah dasar (SD) adu kepiawaian bermain dalam ”Festival Permainan Anak Tradisional”. Ada 14 macam permainan yang dilombakan, antara lain egrang, conglak, dagongan, gobak sodor, kelereng, balap karung, dan gasing.

Pemkab Banyuwangi sengaja menggelar festival tersebut karena mendekati masa liburan siswa sekolah yang akan berlangsung sebentar lagi. Pembukaan acara itu dihibur 300 penari yang berasal dari siswa SD dengan judul tari ”Pucuke Kembang Wangi”.

Setelah itu, lomba pun dibuka Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas bersama rombongan tamu dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI. Lomba diikuti sekitar 3.300 siswa yang berasal dari SD di 24 kecamatan se- Banyuwangi. Para siswa bebas mengikuti jenis permainan sesuai apa yang mereka bisa.

Meskipun para siswa berasal dari wilayah yang  berjauhan, mereka berusaha mengenal satu sama lain ketika lomba berlangsung. Jenis permainan yang paling ramai tentu yang berbau kompetisi, seperti dagongan, gobak sodor, dan balap karung.

Pada lomba dagongan, para siswa harus berjuang keras mendorong bambu jauh lebih kuat daripada lawan. Tim-tim yang memiliki siswa dengan tubuh besar pun tampak dengan mudah menjatuhkan  lawannya. “Lawannya besar-besar, sulit jadinya dirobohkan,” ujar Angga, 10, salah satu siswa yang  mengikuti lomba dagongan.

Di permainan gobak sodor, peserta tidak kalah serius. Para siswa yang menjadi pemain harus  berhasil mengecoh lawannya, sehingga bisa meloloskan diri. Guru olahraga yang menjadi pelatih permainan tak henti-hentinya berteriak memberikan instruksi.

Di tempat permainan layang-layang lebih seru lagi. Anak-anak yang terbiasa bermain di jalanan atau lapangan bola tampak lebih leluasa. Meskipun tidak dilombakan, melainkan hanya dieksebisikan, anak-anak SD itu tetap serius. “Seru kalau main di sini, lawannya banyak,” ujar Satria, peserta yang menerbangkan layangan berbuntut.

Bupati Anas usai membuka festival tersebut mengatakan, permainan anak tersebut juga akan mencegah dampak negatif permainan modern. Sebab, permainan tradisional sarat nilai-nilai positif, seperti gotong royong, kebersamaan, dan tenggang rasa.

“Momen ini akan menjadi pengalaman bagi anak-anak agar bisa terbentuk karakternya sebagai  manusia dengan jiwa sosial dan bisa berinteraksi dengan masyarakat, seperti permainan bakiak yang membutuhkan kekompakan  dan kerja sama” kata Anas.

Selain itu, festival tersebut  menjadi hiburan bagi para siswa  yang telah mengikuti ujian. Dengan beberapa permainan yang sudah mulai jarang dimainkan, para siswa dapat kembali mengenal kebudayaan mereka. Anas juga menyinggung tentang Angeline, bocah 8 tahun di Bali yang meninggal secara tragis.

Terkait kasus Angelina, sekolah harus ikut memantau anak didik jika ada yang tidak beres. ”Itu untuk mencegah kasus Angeline  tidak terulang lagi. Besok jenazah Angeline akan tiba di Banyuwangi. Saya harap siswa yang ada di sekitar menunjukkan empatinya  dengan hadir di pemakaman,” kata Anas. (radar)