GENTENG – Masih ingat dengan Sutrisno, warga Dusun Maron, Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, pemegang kartu BPJS yang masih dikenakan biaya hingga Rp 13 juta lebih saat anaknya dirawat di rumah sakit. Bapak dua anak yang bekerja sebagai buruh itu, akhirnya menjual rumahnya demi membayar biaya pengobatan di rumah sakit.
“Kasihan sekali, rumahnya sampai dijual, saya dengar laku Rp 40 juta,” cetus Kepala Dusun Maron, Desa Genteng Kulon, Fathoni. Menurut Fatoni, Sutrisno itu salah satu warganya yang kurang mampu. Untuk membayar biaya selama perawatan anaknya di rumah sakit yang habis Rp 13 juta itu sudah tidak mampu.
“Satu-satunya yang dimiliki rumah dan dijual itu,” katanya. Para tetangga, terang dia, kini banyak yang iba. Jika rumah itu sudah dijual, keluarga itu akan tinggal di mana. Apalagi, salah satu anaknya masih sekolah SD. “Anaknya itu masih kecil,” ujarnya.
Sementara itu, Sutrisno saat dikonfirmasi mengakui telah menjual rumah untuk membayar biaya perawatan anaknya. “Sudah dibeli oleh orang Genteng, saya juga sudah diberi uang muka,” katanya. Nasib Sutrisno ini seperti jatuh tertimpa tangga.
Putrinya, Rahimatuzzuhro, 22, akhirnya meninggal setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit. Setelah ditinggal putri kesayangannya, biaya perawatan membengkak hingga harus menjual rumah. “Saya hanya bisa pasrah,” cetus Feri Wahyu Ari, 28, menantu Sutrisno yang juga suami Rahimatuzzuhro.
Feri mengaku sudah mendatangi BPJS untuk menanyakan biaya perawatan yang membengkak ini. Tapi, pihak BPJS tidak bisa membantu karena batas waktu pengaduan sudah melebihi tiga hari. “Saat itu kami tidak sempat terpikirkan, karena sedang berduka,” katanya.
Seperti diberitakan harian ini sebelumnya, pelayanan kesehatan bagi pemegang kartu Jamkesmas, ternyata masih belum maksimal. Salah satu warga kurang mampu, mengaku harus membayar hingga Rp 13 juta saat anaknya menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Kota Genteng.
Warga dari keluarga miskin yang bernasib malang itu, adalah Sutrisnio, asal Dusun Maron, Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng. “Anak meninggal, tagihan di rumah sakit sampai Rp 13 juta,” terang Sutrisno. Sutrisno mengaku sebelumnya pernah dua kali berobat dan tidak dikenakan biaya.
Tapi saat berobat yang kali ketiga, semaunya berubah. Perubahan itu, karena dirinya mangkir dari kontrol. “Saat itu saya ke Jember, jadi tidak kontrol,” ucapnya.(radar)