Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Terinspirasi Kartini, Jalankan Tiga Pekerjaan Sekaligus

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

terinfirasiPredikat sebagai Kartini masa kini tampaknya layak disematkan kepada Dr. Hj. Sundari, A.Per. Pen. M.Kes. Betapa tidak, lewat perjuangan panjang, dia berhasil menjadi pegawai negeri sipil pertama di lingkungan Pemkab Banyuwangi yang menyandang gelar doktor bidang kesehatan. MEMBAGI waktu antara keluarga dan pekerjaan tidak mudah dilakukan. Apalagi, bagi seorang perempuan. Bahkan, tidak sedikit warga yang beranggapan bahwa kodrat perempuan hanyalah sebagai ibu rumah tangga yang bertugas mengurus suami dan buah hati ter cinta.

Sebab, jika perempuan terlalu sibuk bekerja, kehidupan keluarga justru tidak akan terurus dengan optimal. Namun, anggapan itu berhasil dimentahkan Sundari. Perempuan kelahiran 22 Februari 1970 itu berhasil menjalankan pekerjaan sebagai PNS sekaligus mengurus keluarga dengan baik. Bahkan, Sundari masih punya waktu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Lantas, apakah keluarga Sundari terbengkalai? Tidak. Perempuan yang beralamat di Jalan Akasia II nomor 1 Banyuwangi itu tetap memenuhi kewajibannya sebagai istri dan ibu bagi dua buah hatinya.

Cara Sundari mengurus keluarga pun tidak asal-asalan. Buktinya, kasih sayang dan perhatian yang dia berikan kepada keluarganya berbuah manis. Fandaruzzahra Putri Perdani, putri sulung Sundari, kini tengah me ngenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang. Si bungsu, yakni Fandaratsani Tsaqif Ibrahim, kini menempuh studi kelas X di SMA Brawijaya Smart School, Universitas Brawijaya, Malang. Sundari mengaku telah terbiasa dengan aktivitas yang menumpuk. Karena itu, dia harus pandai-pandai mengatur waktu untuk mengurus keluarga, bekerja, dan aktivitas akademik yang dia jalani.

“Sejak kecil orang tua saya sangat mendukung aktivitas belajar saya. Begitu pun setelah menikah, suami saya juga sangat mendukung. Bahkan, anak-anak saya juga selalu memberikan motivasi ke pada saya agar terus melanjutkan pendidikan,” ujar istri H. Sugeng Fadjar Harijanto, A. Per. Pen. M.Kes tersebut. Saat ini Sundari menjabat sebagai Kepala Seksi Penunjang Non-Klinik RSUD Blambangan Banyuwangi. Kebetulan, sang suami juga berkecimpung di dunia kesehatan.

Sugeng kini bertugas sebagai Kabid Penyehatan Lingkungan, pemberdayaan Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi. Diceritakan, gelar doktor sudah di genggam Sundari sejak Juni 2012 lalu. Padahal, saat menjalani pendidikan strata tiga (S3), dirinya tengah sibuk be kerja sebagai PNS. Bahkan, di saat yang bersamaan, Sundari juga mengajar di beberapa perguruan ting gi, di antaranya di Fakultas Ilmu Kesehatan Akper Blambangan (sekarang Stikes Banyuwangi) dan Universitas Muhammadiyah Jember.

Sundari juga menjadi dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Bhakti Indonesia (UBI) Banyuwangi. Posisi sebagai dosen di tiga perguruan tinggi itu masih di jalankan Sundari hingga kini. Kembali keperjuangan Sundari meraih gelar doktor Untuk menuntaskan studi strata III di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Sundari membuat disertasi berjudul “Faktor Risiko Non-Genetik dan Polimorfisme Pro moter Region Gen CYP11B2 Va rian T(-334)C Aldosterone Synthase Pada Pasien Hiper tensi Esensial di Wilayah Pantai dan Pegunungan”.

Lewat disertasinya itu, Sundari berhasil menemukan variasi genetik pada pasien hipertensi (tekanan darah tinggi). Dijelaskan, variasi genetik tersebut muncul karena adanya mutasi gen seseorang. Penemuan variasi genetik tersebut akan berguna dalam proses diagnosis (menentukan seseorang mengalami hipertensi ataukah tidak), prognosis (memprediksi se orang pasien bisa disembuhkan ataukah tidak), dan menentu kan terapi pasien hipertensi. Menurut Sundari, hipertensi sangat berhubungan dengan konsumsi garam seseorang.

Pasien yang sehari-hari tinggal di wilayah pegunungan, sama sekali tidak terjadi mutasi gen. Namun, pasien asal wilayah pantai yang notabene lebih banyak mengonsumsi garam di bandingkan warga yang tinggal di pegunungan akan mengalami mutasi gen. “Mutasi gen itulah yang menyebabkan variasi genetik,” jelasnya. Menurut Sundari, penelitian biomolekular (penelitian di tingkat molekul) itu sangat efektif untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penyembuhan pasien hipertensi dengan menentukan gen pasien tersebut.

Orang yang se dikit mengonsumsi garam bisa menderita hipertensi. Itu terjadi jika gen-nya sensitif terhadap garam. “Dengan di ketahui bahwa gen pasien tersebut sensitif terhadap garam, dokter bisa memberikan perhatian khusus terhadap pasien ter sebut,” paparnya. Pencegahan hipertensi bisa dilakukan dengan cara mengurangi konsumsi garam. Terapi pencegahan hipertensi tersebut harus disesuaikan kondisi gen sang pasien. “Dokter bisa menentukan terapi yang cocok,” pungkasnya.

Sundari mengaku sangat terinspirasi sosok RA Kartini. Menurutnya, berkat per ju angan seorang Kartini, kaum perempuan tidak lagi “terpinggirkan”. Banyak perempuan yang menduduki posisi strategis di berbagai bidang. “Karena itu, perempuan tidak boleh mengesampingkan pen didikan,” pungkas wanita yang kini juga dipercaya sebagai do sen pembimbing disertasi di Universitas Brawijaya Malang ter sebut. (radar)

Kata kunci yang digunakan :