Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Vakum Sejak Covid-19, Ramadan Pesanan Meningkat

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Para perajin kopiah di Dusun Panjen, Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu sedang semringah. Mereka mulai mengecap manisnya berkah Ramadan karena pesanan meningkat di bulan puasa ini.

Tumpukan kopiah berwarna putih terlihat menggunung di sudut-sudut rumah Muhammad Fuadi, 27. Di rumah yang lokasinya berhadapan dengan kantor Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu itu, para karyawan sibuk menggarap pesanan. Puasa tidak menjadi alasan bagi Fuadi dan tiga karyawannya untuk tidak produktsi. Malahan, pada di bulan suci ini harus bisa memproduksi kopiah sebanyak-banyaknya agar bisa dipasarkan sebelum Lebaran.

Di rumah itu, setiap pegawai sibuk mengerjakan tugasnya masing-masing. Ada yang mengukur dan memotong kain berwarna putih, ada juga yang sedang repot membungkus kopiah untuk segera dikirimkan ke pembeli.

Mereka tampak semangat mengerjakan tahapan demi tahapan, sampai akhirnya kopiah selesai dijahit oleh ibu-ibu di sekitar rumahnya. Ya, untuk menjahit kopiah, Fuadi memanfaatkan 15 emak-emak di kampungnya. “Biasanya dibawa pulang, dijahit di rumahnya masing-masing, di rumah saya tidak ada tempat,” kata Fuadi.

Usaha pembuatan kopiah ini vakum sejak ada pandemi Covid-19. Dan Ramadan tahun ini, kembali memulai usaha dan permintaan juga tinggi. “Sebelumnya angin-anginan, karena permintaan (kopiah) tidak seperti sebelum pandemi,” ujarnya pada Jawa Pos Radar Genteng.

Fuadi mengaku setiap pekan mengirim kopiah lebih dari 500 kodi ke berbagai kota yang ada di Indonesia. Untuk tahun ini, pesanan sangat tinggi hingga membuatnya kewalahan. “Sejak awal Ramadan sudah mulai naik, dan peningkatan itu semakin tinggi,” katanya.

Pesanan kopiah ini tidak hanya dari daerah di Kabupaten Banyuwangi, tapi banyak dari sejumlah kota di Indonesia. “Ini malah ada lagi customer dari Kalimantan Selatan, alhamulillah, semua ini berkah Ramadan,” terangnya.

Pada hari biasa, permintaan dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) hanya sekitar 100 kodi per minggu. Tapi selama Ramadan ini permintaan 500 kodi per minggu. “Satu kodi berisi 20 kopiah,” ungkapnya.

Dengan naiknya permintaan selama Ramadan itu, Fuadi meminta para penjahitnya untuk bisa mengatur waktu, agar pekerjaannya bisa selesai tanpa mengganggu menyiapkan kudapan untuk berbuka bagi keluarganya. “Karena mayoritas ibu-ibu, mereka tetap harus mengurus pekerjaan rumah,” cetusnya.

Salah satu warga yang bekerja sebagai penjahit kopiah, Nur Rohmah, 43, mengaku tidak kesuliatan untuk mengatur waktu menjahit dan mengurus pekerjaan rumah. “Saya sudah bertahun-tahun (menjahit), jadi sudah biasa kalau Ramadan banyak pesanan, sudah terbiasa,” katanya.

Bagi Rohma menjahit menjadi salah satu cara yang ampuh untuk menunggu waktu berbuka puasa. Baginya, menjahir kopiah itu bekerja sambil ngabuburit. “Kalau sudah memasak buat buka, langsung jahit lagi sambil menunggu berbuka,” terangnya.

Meski mendapat berkah dengan banyaknya pesanan saat Ramadan, para perajin kopiah di daerah tersebut masih menyimpan banyak kekhawatiran, salah satunya soal bahan baku. “Kain yang dibuat untuk kopiah ini khusus, pesannya langsung ke pabrik,” terang perajin kopiah lain Ahmad Nur Khoiri, 40.

Untuk bahan baku, terutama kain warna putih ini, Khoiri mengaku tidak bisa mengakali dengan mengganti kain warna putih lainnya. “Dari dulu memang seperti ini (model dan warna). Kami tidak mau merubah-rubah,” ungkap pria yang juga masih kerabat Fuadi itu.

Makanya, bila bahan baku habis, produksi kopiah di tempatnya juga akan berhenti sementara. “Seadanya dulu, kalau bahan dari pabrik sudah datang, baru membuat kopiah lagi,” katanya.(abi)

 

 

 

 

 

source