Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Ahmad Zulkarnaen, Disabilitas Fotografer dan Mahasiswa Ilmu Hukum

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Karir Memotret Diawali dari Kegiatan Foto KTP

PEMUDA yang akrab disapa Zul itu sudah bermental baja. Dia tak lagi peduli anggapan orang. Sering kali dia dipandang dengan tatapan penuh belas kasihan.  Tetapi, dia terus melangkah untuk menjadi penyandang disabilitas yang dapat menginspirasi orang lain.

Selama sekolah dulu, Zul harus naik-turun angkot dari Desa Benelan Lor,  Kecamatan Kabat, menuju sekolahnya  di Banyuwangi. Saat itu dia sering merasakan perihnya kulit kaki lecet. Semasa sekolah pula, dia sering menjadi  bahan ejekan teman-teman sebayanya.

“Ibu saya menjadi pelita saya. Ibu selalu mendukung saya saat saya jatuh dan mengeluh karena sering diolok-olok teman. Ya meskipun sambil meneteskan  air mata,” ungkapnya.  Menurut Zul, cita-cita itu tak hanya sebatas angan. Dia bekerja keras dan selalu berdoa demi mewujudkan cita-citanya tersebut.

Setelah lulus MAN 1 Banyuwangi, Zul bertemu salah satu aktivis LSM Hellen Keller Internasional Surabaya, Eka Prastama, yang sedang berkunjung ke Bumi Blambangan. Pria kelahiran 7 Oktober 1992  itu akhirnya memutuskan bergabung dengan LSM tersebut.

“Saya menimba ilmu bagaimana menjadi motivator yang baik dan sempat  menjadi pengisi acara di Universitas Negeri Surabaya dan Politeknik Surabaya,” jelas bungsu tiga bersaudara itu. Zul menyukai hal yang berbau teknologi komputer. Dia berniat melanjutkan kuliah di bidang  information and technology atau IT.

“Saat itu ada kesempatan mengikuti seleksi penerima beasiswa di Institut Teknologi 10 November. Namun, saat seleksi akhir panitia meragukan kondisi fisik saya dan akhirnya nama saya dicoret dari calon daftar penerima beasiswa,” ujarnya.

Kenyataan ditolak pihak kampus membuat dia berpikir ulang tentang karirnya. Akhirnya, Zul memilih kembali pulang ke Banyuwangi setelah selama setahun  melanglang buana di Surabaya. Kemudian, pria penyuka kucing itu bekerja sebagai admin di salah  satu yayasan advokat di Jalan Kepiting, Banyuwangi.

Keinginan belajarnya yang kuat mendorongnya menuntut ilmu sembari bekerja di kampung halaman. Dia mengambil jurusan hukum di Fakultas Hukum, Untag  Banyuwangi, karena sesuai pekerjaan yang ditekuni saat itu. “Alhamdulillahsaya lolos tes beasiswa Yayasan Untag. Biaya kuliah pun ditanggung sampai selesai. Ya, ilmu yang saya peroleh sesuailah dengan bidang pekerjaan saya, tentang hukum,”  bebernya.

Saat sedang menempuh semester enam di awal tahun 2014 lalu, musibah datang mewarnai  hidupnya. Ibu yang disayanginya jatuh sakit dan divonis kanker payudara. Biaya pengobatan  kanker yang tak sedikit. Dan  sebagai satu-satunya tulang  punggung keluarga menyebabkan dia mengambil cuti kuliah dan  mencari penghasilan tambahan  di luar yayasan advokat.

“Akhirnya saya melakukan kerja apa pun  yang bisa saya lakukan di kantor desa, mulai menyiapkan kopi, membuat cadangan berkas, dan lain sebagainya,” ungkapnya. Kantor desa menjadi titik balik  kehidupannya. Suatu ketika dia mendapatkan perintah memotret  orang yang hendak membuat  kartu tanda penduduk (KTP).  Di situlah pertama kali dia memegang kamera manual DSLR.

“Wah kok keren ya pegang kamera DSLR. Saya berpikir mungkin  jika saya bergaya memotret pakai  kamera manual ini akan datang  cewek mendekat dan siapa tahu jadi jodoh saya,” ulasnya seraya tertawa mengenang awal dia bersinggungan dengan kamera  manual tersebut.

Aktivitas mengabadikan wajah dengan  kamera pinjaman untuk KTP itu dilakoni selama Sabtu dan Minggu saja. Dia merasa nyaman dengan pekerjaan itu dan niatnya pun sedikit demi sedikit berubah. Zul mengungkapkan, semakin lama memotret justru semakin  ingin dia memberikan hasil  terbaik bagi klien yang meminta bantuannya.

“Akhirnya memotret bukan lagi menjadi pekerjaan  untuk membantu perekonomian keluarga, tapi menjadi hobi yang paling sering saya tekuni di waktu luang,” bebernya.  Hobi fotografinya pun berkembang tak hanya untuk foto KTP, Zul juga berbaur dengan kelompok pencinta fotografi.

Dia pun semakin memperkaya teknik fotografi. Dia membeli kamera DSLR secara kredit untuk menunjang karyanya.“Dengan banyak kenalan, job pun sering datang. Paling sering itu ya foto model,” paparnya. Zul memutuskan keluar dari yayasan advokat setelah tiga tahun berkecimpung.

Dia memilih fokus pada hobi fotografi. Zul mengaku  fotografi bukan hal yang mudah baginya. Namun, dia konsisten terus belajar dan mengembangkan tekniknya agar lebih baik. Kini dia bersama empat teman lainnya mendirikan studio foto yang  dikelola bersama.

“Motivasi saya terjun di bidang fotografi ini, saya ingin membuktikan bahwa  penyandang disabilitas juga bisa melakukan hal-hal seperti yang  manusia normal. Saya ingin menginspirasi teman penyandang  disabilitas lainnya. Jika saya bisa  kenapa mereka tidak bisa?” ujarnya bersemangat.

Selama 2,5 tahun karirnya menjadi fotografer tak sia-sia. Agustus  2016 lalu dia diundang acara  reality show televisi Kick Andy  di Jakarta. “Saya terharu mendapat  undangan Kick Andy dan hal itu benar-benar kenangan manis dalam ingatan saya. Kami penyandang disabilitas bukan cacat, hanya saja kami berbeda dan memiliki cara yang berbeda pula  dalam melakukan kegiatan sehari-  hari,” tambahnya lagi. (radar)