Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Mogok Makan Game Over

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

 Peserta-mogok-makan-menolak-penambangan-emas-dievakuasi-ke-rumah-sakit-lantaran-kondisi-kesehatan-drop-kemarin.

Peserta Bertumbangan, Dilarikan ke Rumah Sakit

BANYUWANGI – Aksi mogok makan yang dilakukan belasan warga asal Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, sejak Rabu siang (16/3) berakhir antiklimaks kemarin (21/30). Para peserta mogok makan dalam rangka menolak penambangan emas  Tumpang Pitu tersebut memilih menyudahi aksi nekat itu setelah empat orang tumbang  dan harus dilarikan ke rumah sakit.

Gara-gara bertumbangan, aksi mogok makan selama enam hari ini langsung “game over”. Tenda dan poster berisikan rotes tambang langsung dibongkar. Tak pelak, melihat sebagian teman-temannya pingsan, peserta lain memilih mengakhiri aksi mogok  makan.

Mereka pun memilih pulang ke  tempat asalnya di Desa Sumberagung, Pesanggaran. Peserta mogok makan yang tumbang adalah Hadi, warga Desa Rejoagung, Kecamatan Pesanggaran; Eni Ernawati, warga  Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran; dan Andreas serta Sujianto, keduanya warga Desa Silirbaru, Kecamatan Pesanggaran.

Eni Ernawati, 28, salah satu peserta mogok makan mengatakan, dirinya memilih melakukan aksi tersebut dengan harapan Bupati Abdullah Azwar Anas mencabut izin tambang di Gunung Tumpang Pitu. “Tambang emas tersebut menyengsarakan  rakyat. Aliran sungai terhalang timbunan tanah. Kami ingin kehidupan kami kembali seperti  semula,” ujarnya.

Budiawan, peserta lain, menambahkan  aksi tersebut terpaksa diakhiri mengingat kondisi kesehatan  para peserta mogok makan terus menurun. “Jika mogok makan dilanjutkan, maka akan membahayakan keselamatan,” kata dia.

Budiawan menuturkan, mogok makan tersebut dilakukan sejak  Rabu siang. Namun, sampai aksi diakhiri kemarin tidak ada satu pun perwakilan Pamkab Banyuwangi bersedia menemui mereka. “Maka, setelah audiensi di kantor DPRD Banyuwangi pada 30 Maret, rencananya kami akan melakukan  aksi yang sama di depan pendapa,” cetusnya.

Diberitakan sebelumnya, Kamis (18/3) seorang peserta mogok makan tumbang. Dia adalah adalah Katimin, warga Dusun  Pancer, Desa Sumbergaung, Pesanggaran.  Pria berusia 60 tahun  itu kini masih menjalani perawatan  di RS Fatimah karena mengalami dehidrasi.

Yang  mengenaskan, ketika kondisinya drop, bukan ambulans yang membawa Katimin ke RS Fatimah. Teman-temannya terpaksa  mencegat angkutan kota yang  melintas di depan kantor pemkab.  Dikonfirmasi terpisah, Bupati  Anas mengatakan proses perizinan  tambang di Gunung Tumpang  Pitu telah dimulai sejak sebelum  dirinya menjabat, tepatnya pada 2006. Kala itu sudah ada 122 proses perizinan yang telah dilalui. 

“Karena izin tersebut tidak bisa dicabut, yang saya lakukan adalah renegosiasi. Hasilnya, Banyuwangi mendapat golden share 10 persen dari 100 persen saham tambang emas tersebut. Benchmark nasional, Banyuwangi paling baik,” tuturnya usai mengikuti rapat  paripurna di kantor DPRD Banyuwangi  kemarin.

Meski demikian, Anas mengatakan  pihaknya menghargai masyarakat yang kontra terhadap keberadaan tambang emas tersebut. “Oleh karena itu, kita minta kepada perusahaan untuk mengakomodasi masyarakat, misalnya menyediakan lapangan  pekerjaan,” cetusnya.

Soal lingkungan, imbuh Anas, hal itu bukan domain bupati atau Pemkab Banyuwangi. Terkait  analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), misalnya, itu menjadi ranah pemerintah  provinsi (pemprov) dan pemerintah  pusat. “Tetapi, waktu itu tim LIPI dan sejumlah perguruan  tinggi sudah turun ke lapangan untuk mengkaji aspek lingkungan,” ungkapnya.

Masih menurut Anas, penolakan yang dilakukan sejumlah warga  tersebut akan menguatkan pemkab dalam rangka meminta perusahaan pengelola tambang itu menjalankan penambangan sesuai kajian amdal. “Harapan kami, tailing-nya tidak merusak lingkungan seperti yang dikhawatirkan sebagian masyarakat,” pungkasnya. (radar)