Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Abikusno, Anggota Linmas yang Juga Dalang Asal Desa Tegalsari

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Mbah-Kusno-memeragakan-salah-satu-adegan-ketika-melakukan-ritual-ruwat-kemarin

TIDAK sulit menemukan rumah Abikusno, 73. Di Kampung Mojosari, RT 4, RW 3, Dusun Mojoroto, Desa/Kecamatan Tegalsari, namanya sudah cukup dikenal warga. Maklum, kakek yang sudah berumur separo abad lebih  itu oleh warga dituakan.

Apalagi, dengan menjadi anggota linmas desa sejak tahun 1980, membuatnya dikenal warga. Yang membuatnya semakin dikenal,  ayah dari 10 anak itu juga sebagai dalang wayang kulit spesialis ruwatan atau untuk  selamatan.

Kesibukannya sebagai dalang  ruwat juga terlihat di rumahnya. Di dalam  rumahnya yang baru, terdapat sejumlah   patung kayu yang berbentuk Punakawan. Selain itu, di ruang tengah terdapat patung  legenda Putri Duyung. Perlengkapan wayang kulit, seperti kleber dan kotak penyimpanan wayang, terdapat di ruang belakang. Perlengkapan itu tertata tapi agak berdebu.

“Saya terakhir mendapat undangan untuk ruwatan sebulan lebih yang lalu di Banyuwangi,” katanya. Berbeda dengan dalang wayang kulit  lainnya, dalang spesialis ruwatan ini memang tidak setiap saat ada undangan. Hanya saja,  selama ini undangan tetap ada.

“Saya sudah ada undangan untuk meruwat warga pada Idul Adha nanti,” ungkapnya. Menjadi dalang wayang kulit dalam rangka ruwatan tidak seperti dalang wayang kulit pada umumnya. Waktunya, biasanya pada siang hari yang dimulai pukul 09.00 sampai 13.00.

Untuk karakter wayang,  yang disertakan itu Batarakala, Punakawan, dan tokoh dari Pendawa, Arjuna, dan Warkudara. “Wayangnya yang dibawa  tidak semua, hanya yang digunakan untuk merawat saja,” terangnya. Mendalang untuk ruwatan, itu berbeda  dengan mendalang wayang kulit pada umumnya, dan tujuannya juga berbeda.  Ruwatan itu menurut Kusno berasal dari bahasa Kawi yang berarti bersih.

“Jadi ruwatan itu bersih-bersih,” ungkapnya. Meski artinya bersih- bersih, tapi pemaknaan tidak bisa diartikan  secara harfiah. Bersih-bersih yang dilakukan itu adalah membersihkan perasaan was-awas pada diri manusia. “Yang dibersihkan itu bukan  wujud paritnya, jalannya, atau apanya, melainkan perasaan waswas,”  jelasnya.

Secara teknis, alur dalang ruwat  sendiri akan diisi dengan penyampaian  cerita asal usul Batarakala, hingga menceritakan orang yang diruwat. Dalam ruwat itu sendiri, yang terpenting adalah doa yang dipanjatkan kepada Tuhan. Selain itu, karena ini bagian dari kepercayaan dan tradisi, perkapalan  mantra memang ada dan itu sifatnya rahasia.

“Saya tidak bisa menyebutkan manteranya, kalau  di acara mikrofon saya matikan,” ucapnya. Selama ini masyarakat banyak yang beranggapan, ruwatan hanya  digunakan untuk persiapan pernikahan dari pasangan calon pengantin yang melanggar famali  atau adat.

“Itu memang benar, tapi tidak hanya sebatas itu saja,” terangnya. Ruwatan itu juga dilakukan untuk kepentingan tertentu, seperti bersih desa, tolak bala, dan menghindari kesurupan. “Saya pernah diminta untuk ruwatan di salah satu sekolah  yang siswanya sering kesurupan, alhamdulillah sampai saat ini  aman dan sehat semua,” kenangnya.

Mbah-Kusno-dan-beberapa-koleksi-wayang-miliknya.

Dengan mimik serius Kusno menceritakan, saat itu ada pernikahan yang dilangsungkan oleh warga di Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, ada orang usil yang mengatakan  pengantin tidak akan bahagia lantaran kedua mempelai geyeng, atau mempunyai neton  (kelahiran) yang sama yakni Setu Wage (Sabtu Wage) dan Setu Pahing  (Sabtu Pahing).

“Keluarga mempelai  datang ke saya untuk menanyakan itu,” terangnya. Bagi Kusno jika kedua mempelai itu saling mencintai, dan kedua besan juga saling baik, maka tidak ada halangan untuk dilanjutkan. Geyeng itu juga dibahas dalam Kawi yang berarti gang.

Saat itu,  posisi rumah kedua mempelai sudah cukup jauh. Meski secara  adat ada beberapa hal yang harus dihindari, tapi banyak warga yang  tidak mengetahui secara utuh. Itu  masih bisa dilanjutkan, meski dengan beberapa persyaratan.

“Intinya kalau cinta sama cinta, ke dua keluarga sama baik ya tidak  ada masalah. Buktinya, mereka sampai sekarang baik dan anaknya banyak,” ungkapnya.  Kusno menyampaikan semua famali itu bisa dibuat untuk tuntunan, bukan dijadikan untuk menakut-nakuti. Saat ini, semua pernyataan, terlebih yang bersifat menakutkan harus disertai bukti.

“Lek tenong kudu enek ketane, lek ngomong kudu enek nyatane (Kalau berbicara harus ada buktinya),” ungkapnya. (radar)