HARI ini Banyuwangi genap berusia 244 tahun. Wajah Bumi Blambangan banyak yang berubah drastis pada usia mendekati dua setengah abad tersebut. Pembangunan bidang infrastruktur terus dikebut. Berkat kerja keras semua pihak, Banyuwangi kini memiliki bangunan yang cukup dibanggakan.
Sejak Abdullah Azwar Anas memimpin Banyuwangi, ikon-ikon baru terkait pembangunan infrastruktur bermunculan. Mulai sarana pariwisata, gedung olahraga, ruang terbuka hijau (RTH), hingga pendapa bupati, disulap sedemikian menarik.
Salah satu sarana olahraga yang menjadi kebanggaan adalah Stadion Diponegoro. ang menarik, gedung megah senilai 17 miliar rupiah yang pembangunannya tidak menggunakan anggaran APBD provinsi dan anggaran APBN itu kini menjadi ikon baru sektor olahraga.
Stadion Diponegoro pembangunannya hanya Rp 12 miliar yang menggunakan anggaran APBD Kabupaten dan Rp 5 miliar dari pihak ketiga sponsor, termasuk lampu penerangan senilai Rp 9 miliar. Bangunan mewah itu telah diresmikan oleh Bupati Anas sejak 28 Mei 2015 lalu.
Stadion tersebut merupakan model stadion yang dibangun secara kemitraan antara pemerintah dan swasta. Renovasi Stadion Diponegoro melibatkan arsitek nasional Budi Pradono dengan desain modern dan tradisional. Sisi menarik bangunan ini bisa dilihat dari ornamen sketsel atau partisi yang menghubungkan antara satu ruangan dengan lainnya, lalu terbuat dari bata merah yang tersusun unik.
Bukan hanya itu, dekorasi dinding luarnya terbuat dari bajaringan yang berukir penari Gandrung Banyuwangi dengan berbagai pose. Stadion Diponegoro berada di kawasan kota, tepatnya di Jalan Jaksa Agung Suprapto.
Stadion ini mulai direnovasi pada 2014 untuk menyambut event Pekan Olahraga Provinsi (PON) V Jatim 2015 tanggal 6 sampai 13 Juni lalu. Sebagai tuan rumah, Banyuwangi harus mampu menyuguhkan stadion yang representatif. Tak kurang dari 9.311 atlet dan perangkatnya tumplek blek dalam pembukaan PON.
Bupati Anas ketika meresmikan Stadion Diponegoro kala itu mengatakan, pemerintah daerah memang membuka kesempatan bagi swasta untuk membangun stadion. “Ini adalah cara baru mem bangun stadion dengan melibatkan private partnership.
Seperti di sejumlah negara, stadion disponsori swasta yang kemudian namanya berhak dicantumkan sebagai nama stadion, misalnya Etihad Stadium di Manchester, Emirates Stadium di London, atau Allianz Arena di Munich Jerman,” ungkapnya kala itu.
Renovasi Stadion Diponegoro memakan waktu tiga tahun. Stadion Diponegoro memang dirombak total sejak 2012 dan semakin gencar ditata pada 2014 setelah Banyuwangi ditunjuk untuk menjadi tuan rumah Porprov Jawa Timur 2015, pada 6-13 Juni mendatang.
“Ini adalah model stadion yang dibangun secara kemitraan antara pemerintah dan swasta. Sebenarnya kita bisa saja membangun yang lebih megah dengan kapasitas lebih dari 15 ribu penonton, namun kita lebih mengutamakan nilai fungsinya,” tandas Anas kala itu.
Sepintas dipandang, Stadion Diponegoro sangat mirip dengan Allianz Arena, kandang raksasa Jerman. Stadion yang berada di tengah kota ini sudah tak “ndeso” lagi. Di tribun sebelah selatan, sudah terbangun tempat duduk penonton plus atap yang membentuk seperti kapal karet.
Persis seperti Allianz. Tergambar pula gambar hologram dari penari gandrung, tarian khas kabupaten ujung timur Pulau Jawa. Agar dapat dilangsungkan pertandingan pada malam hari, Stadion Diponegoro dilengkapi dengan lampu penerangan yang sesuai dengan aturan dari AFC.
Dimana terdapat 4 buah tower, masing-masing terdiri 30 unit lampu, sehingga akan terpasang 120 unit lampu. Setiap lampu tersebut berkapasitas 2000 watt. Pengadaan lampu tersebut didatangkan langsung dari Jerman.
Kapala PU Bina Marga dan Tata Ruang Mujiono mengatakan, ke depan Stadion Diponegoro akan terus diperbaiki. Bukan hanya bagian depan yang menggambarkan ikon Banyuwangi. Sekeliling gedung nanti akan dibangun dengan nuansa penari gandrung.
Mujiono mengakui stadion dengan nuansa penari gandrung ini menjadi ikon baru Banyuwangi. “Pembangunan tak terhenti di sini. Ke depan akan terus kita poles sehingga semakin menjadi kebanggaan warga Banyuwangi,’’ ujarnya.
Sejak direnovasi total, even-even besar, seperti sepak bola, akan digelar di stadion. Belum lama ini pertandingan antara Persebaya melawan Persewangi juga digelar di tempat tersebut. Ke depan, akan semakin banyak even sepak bola berskala nasional yang akan dilangsungkan di tempat tersebut.
“Ciri khas bangunan ini adalah menonjolkan penari gandrung. Untuk merancang stadion ini kita mengajak seorang arsitektur ke Pulau Merah. Dari hasil jepretan itu didapat gerakan patah-patah penari gandrung yang sekarang menjadi ikon Stadion Diponegoro,’’ tandas Mujiono.(radar)