BANYUWANGI – Keluarga Puji Kuswati (43) di Dusun Krajan RT 3 RW 16, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, belum mau menerima jenazah pelaku bom gereja di Surabaya tersebut. Meskipun, secara hubungan mereka masih saudara sekandung.
Puji Kuswati, salah seorang pelaku merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan H Kusni dan Minarti Infiah. Sementara, pelaku lain adalah menantu dan empat cucunya.
“Kami belum mau, sementara ini belum mau menerima jenazah enam pelaku bom itu. Soal itu tentunya masih perlu musyawarah dengan pihak keluarga,” jelas Rusiyono salah seorang anggota keluarga H Kusni, Senin (14/5/2018).
Rusiyoni mengungkapkan, meskipun ada hubungan darah, tapi pelaku bukan anggota keluarga. Karena, sudah sejak lama berpisah lantaran diasuh oleh saudaranya.
“Alasan lain, karena keluarga sebelumnya tak menerima perbedaan prinsip dan pandangan mengenai aliran yang dianut,” ungkapnya.
Sejak awal, lanjut Rusiyono, keluarga sudah tak merestui hubungan anaknya itu dengan suaminya Dita Supriyanto. Hal itu hingga menyebabkan hubungan sempat terputus.
Kepala Desa Tembokrejo, Sumarto mengatakan pihaknya akan berkordinasi dengan pihak keluarga mengenai jenazah pelaku bom di Surabaya.
“Jika keluarga menghendaki, kami siap membantu berusaha untuk menerima jenazah dikubur di sini. Sekarang tergantung pihak keluarga,” pungkasnya.
Sementara itu, warga Makam Tembok Surabaya juga menolak pemakaman keluarga teroris. Sejumlah warga setempat pada intinya tidak ingin pelaku teroris bom pengantin tersebut dimakamkam di tempat tersebut.
Fauzi (55) salah satu warga Jalan Makam Tembok Gede menuturkan, meski orang tua pelaku teroris pernah tinggal di daerah Jalan Kranggan Surabaya, warga tetap menolak pelaku dimakamkan di Makam Tembok Gede Surabaya.
“Kami tetap menolak sebab, pelaku sudah meresahkan masyarakat Surabaya dan sekitarnya terkait peledakkan bom di tiga gereja,” tuturnya, Senin (14/05/2018).
Masih menurut Fauzi, meski ada informasi salah satu orang tua keluarga teroris pernah tinggal di daerah Jalan Kranggan Surabaya. Namun, sudah pindah sangat lama dan bukan lagi warga Jalan Kranggan.
“Kendati orang tuanya pernah disini, kami intinya tetap menolak karena perbuatanya sudah merugikan banyak korban yang tak berdosa,” paparnya.