BANYUWANGI, KOMPAS.com – DPRD Banyuwangi menemukan adanya pelanggaran penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh pihak desa di beberapa wilayah. Ini diungkap ketua Fraksi Gerindra, Suwito.
Ia mengatakan bahwa temuan tersebut berawal dari banyaknya keluhan masyarakat yang tidak dapat bansos. Masyarakat yang mendapatkan bansos juga mengadukan ketidakadilan yang dirasakan.
Setelah melakukan serangkaian observasi, Suwito mengungkap terjadinya pelanggaran di beberapa desa, salah satunya Desa Gumirih, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Jawa Timur.
Baca juga: Lebih dari 600.000 Penerima Bansos Pakai Duitnya Main Judol, Termasuk Beasiswa Pelajar
“Pihak Desa Gumirih memberi peringatan bahwa siapa yang sudah ambil (bansos lewat ATM) sendiri maka diminta untuk menanggung sendiri akibatnya. Apa urusannya?” kata Suwito, Kamis (6/11/2025).
Dia mengatakan bahwa masyarakat yang mendapatkan kartu ATM dari negara dibebaskan untuk lokasi pengambilan uang serta di mana pembelanjaannya.
Dengan poin bahwa lebih baik jika dibelanjakan di UMKM terdekat agar ekonomi masyarakat berjalan.
“Warga yang ketakutan melapor ke saya. Lalu malamnya ada imbauan warga untuk besoknya hadir di kantor desa membawa ATM, amplop PIN dan KTP,” terang Suwito.
Di sana, ujarnya, warga desa mendapatkan intimidasi dari pihak desa selama 2,5 jam di mana berisi ancaman bagi masyarakat yang tidak mengikuti aturan desa terkait pengambilan bansos, akan dicoret dari daftar penerima manfaat.
Baca juga: Cara Cek Nama Penerima Bansos November 2025, Klik cekbansos.kemensos.go.id
Pihak desa kemudian mengambil ATM sekitar 200 warga desa, menyobek amplop dan melihat PIN ATM tersebut dan kemudian menggeseknya di hadapan pemilik kartu tersebut.
“Warga disuruh pulang kembali besok harinya. Tapi dari uang yang seharusnya diterima utuh Rp 1,6 juta, Rp 600 ribu diwajibkan untuk membeli beras ke BUMDes,” tutur Suwito.
Suwito menangkap tangan praktek tersebut dan video luapan amarahnya atas praktek yang dilakukan oknum desa itu pun beredar di masyarakat.
Suwito mengatakan, kemarahan itu disebabkan tidak amanahnya pihak desa yang seharusnya menjadi penyalur bansos justru melakukan pelanggaran.
“Yang jadi problem juga, Rp 600 ribu itu masyarakat mendapatkan beras 40 kilogram yang tanpa merek dan warnanya kuning, tidak layak makan kalau saya bilang,” ujar Suwito.
Dia pun mencari tahu harga beras tersebut dan mendapati harganya di bawah Rp 10.000, namun dibeli masyarakat dengan harga Rp 15.000 per kilogram.
Di mana artinya, pihak desa mengambil keuntungan puluhan juta dari transaksi yang dilakukan saat penyaluran bansos tersebut.
Baca juga: Penyaluran Bansos Triwulan IV, Mensos: Dilarang untuk Bayar Utang dan Beli Rokok
Page 2
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app






