SINGOJURUH – Petani ubi jalar di Kabupaten Banyuwangi mengeluhkan turunnya harga pada musim panen sekarang. Jika sebulan yang lalu harganya masih bertahan di angka Rp 1.500 per kilogram, kini melorot jadi Rp 500 per kilogram.
“Untuk operasional menanam ubi di lahan dengan luas satu hectare, itu membutuhkan biaya sekitar Rp 14 juta. Dengan harga hanya Rp 500 per kilogram, itu membuatnya bangkrut,“ kata salah satu petani ubi jalar asal Desa Lemahbang Kulon, Kecamatan Singojuruh, Sukirno.
Holibin, 34, petani lainnya asal Dusun Pekiwen, Desa Gumukagung, Kecamatan Rogojampi, mengatakan harga jual ubi jalar yang jatuh itu tidak menguntungkan bagi petani dengan modal kecil. “Turunnya harga itu bertahap,” ujarnya.
Holibin mengatakan, merosotnya harga ubi jalar itu, diduga karena sejak tiga bulan lalu ada panen besar di daerah Kabupaten Jember dan Lumajang. Dan itu, membuat stok di pasaran menumpuk. “Pedagang di Bali stoknya masih banyak,” ungkapnya.
Untuk menyikapi jatuhnya harga itu, sejumlah petani sudah melakukan berbagai antisipasi di antaranya tidak memanen dulu, sambil menunggu harganya naik lagi. “Kita tunggu lama harga tidak naik juga, akhirnya ya kita panen,” cetus.
Gara-gara ditunda saat memanen itu, masih kata dia, ubi jalar yang dipanen itu ukurannya jadi besar. Dan ubi itu juga banyak yang pecah-pecah. “Ubi yang berukuran besar dan pecah tidak laku di jual ke Bali,” terangnya.
Harga ubi yang murah itu, lanjut dia, ada petani yang tidak memanen. Sebab, mereka terancam bangkrut. “Untuk membayar orang memanen itu butuh dana sebesar Rp 13 ribu per karung, kalau harga jual rendah bisa rugi,” pungkasnya.