Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

HIPPA dan HIPAM Tolak Tambang Pasir di Areal Sawah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

SONGGON-Rencana penambangan pasir di persawahan Dusun Jajangan, RT 3, RW 1, Desa Sumberbulu, Kecamatan Songgon, ditolak oleh warga kemarin (7/3). Mereka menganggap penambang pasir di lahan produktif itu tidak mengantongi izin alias ilegal.

Dalam aksi  yang berlangsung singkat itu, warga sempat mengusung sejumlah poster yang berisi  penolakan tambang pasir. “Ini   tambang pasir ilegal, kami menolak,” cetus salah satu warga sambil  mengusung poster berisi Kami Menolak Tambang Galian C di  Dusun Jajangan. Warga yang protes dan menolak penambangan pasir itu jumlahnya   sekitar 20 orang.

Mereka itu perwakilan Himpunan Petani Pemakai  Air (HIPPA) dan Himpunan Pemakai Air Minum (HIPAM) enam desa yang ada di Kecamatan Songgon dan Singojuruh. “Protes ini dadakan  karena ada alat berat (eksavator)  yang akan menambang ada di lokasi, kami pengurus HIPPA dan HIPAM kompak menolak,” cetus Jumadi Abdullah, koordinator warga.

Menurut Abdullah, warga yang menolak itu merupakan perwakilan  HIPPA dan HIPAM dari enam desa, yakni Desa Sumberbulu, Parangharjo, dan Desa/Kecamatan Songgon. Tiga desa lainnya dari Desa Kemiri, Cantuk, Sumberbaru, Kecamatan Singojuruh.

“Kami  minta tambang pasir tidak diteruskan,” katanya. Penolakan pada tambang pasir itu, terang dia, dilakukan berdasar  Undang-undang (UU) nomor 32   tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, penolakan itu karena   rencana penambangan di areal sawah milik warga dan tidak mengantongi izin.

“Tambang pasir yang akan berjalan ini tidak ada izinnya, dan tidak pernah izin kepada warga sekitar. Kami dari  HIPPA dan HIPAM tegas menolaknya.  Kalau ada yang tanya apakah protes dadakan ini ada izin, kami justru balik tanya, kenapa ada eksavator   mau menambang dibiarkan, padahal tidak ada izin,” ungkap Jumadi  dengan suara meninggi.

Ketua HIPPA dari Desa Parangharjo, Kecamatan Songgon Yasin,  mengatakan apabila tambang pasir  ilegal itu diteruskan, maka itu akan mengancam ketersediaan air  minum yang dikonsumsi warga  di enam desa. “Izin tidak ada, di bawah areal persawahan itu ada pipa air minum, ini tidak bisa dibiarkan,” ujarnya.

Yasin juga menyampaikan jika  tambang pasir itu diteruskan, akan berdampak pada irigasi persawahan  di sejumlah desa. “Air untuk pertanian saja sering kurang, ini malah mau di tambang, pikirannya kemana,” timpal salah seorang peserta  aksi dengan semangat.

Protes warga di lokasi tambang  pasir itu diakhiri dengan pemasangan sejumlah poster di badan eksavator dan di pohon kelapa. Mereka itu, selanjutnya membubarkan diri dari lokasi tersebut. Dalam aksi itu, polisi dan Satpol PP datang setelah aksi hampir rampung.

Salah satu anggota Trantib Kecamatan Songgon, Samsul Hadi, menegaskan pihaknya belum menerima pemberitahuan atau  surat izin terkait aktivitas tambang  pasir di persawahan Dusun Jajangan, Desa Sumberbulu itu. “Mereka (penambang di Dusun Jajangan) ini mau beraktivitas apa, tidak ada pemberitahuan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Desa Sumberbulu, Sarekat, mengungkapkan  penambang pasir sebenarnya sudah pernah datang ke kantor desa. Saat itu, disarankan untuk menemui warga sekitar. “Sebelum penambang melakukan komunikasi dengan warga, alat berat berupa eksavator langsung tiba di lokasi,” katanya.

Kedatangan eksavator itu, terang  dia, memantik reaksi keras dari warga dengan menolak rencana  penambangan pasir ilegal tersebut. “Kalau masyarakat menolak, desa ya menolak, kalau masyarakat menerima, desa ya menerima,”   tegas Sarekat saat ditemui di ruang kerjanya.

Gara-gara ada aksi warga itu, tiba-tiba alat berat eksavator diangkut oleh truk tronton. Menurut warga, eksavator itu diangkut dan dibawa pergi oleh seseorang. “Tidak tahu  yang bawa itu penambang atau siapa,” terang warga. (radar)