SUGIK tinggal di rumah sederhana di Dusun Maduran, Desa/Kecamatan Rogojampi. Tempat tinggalnya berukuran lima meter kali enam meter. Sehari-hari suami Ayu Sriyani, 28, itu bekerja sebagai buruh bangunan. Di waktu luang, dia membuat kerajinan layang-layang.
Tangan kanan memegang pisau, sedangkan tangan kirinya memegang potongan bambu yang ukurannya mulai mengecil. Bapak dua anak itu terlihat cukup cekatan meraut bambu. Bambu yang sudah mengecil, terus diasah dengan pisau hingga kecil dan halus.
Sesekali Sugik melekuk-lekuk bambu itu agar lentur. Dengan kaki kunjur, dia te rus menyayat bambu yang sudah halus di pahanya yang telah diberi kain. Potongan bambu panjang 34 centimeter yang telah disayat tipis, bagian ujung di satukan menggunakan benang putih, dirangkai menjadi satu hingga terbentuk ragangan (rancangan) layang-layang.
Satu per satu ragangan layang-layang selesai dibentuk, lalu ditata dalam satu ikatan dan digantung. “Saya gantung biar tidak dibuat mainan oleh anak-anak, anak-anak saya masih kecil,” cetus Sugik. Layang-layang hasil karyanya, kebanyakan dibuat dengan memanfaatkan limbah bambu yang telah dibuang.
Selain lebih irit, limbah bambu yang banyak ditemukan di tempat kerjanya sebagai kuli bangunan itu sudah kering. “Modalnya hanya kreatif, benang, dan kertas saja,” ujarnya. Layangan yang dibuat Sugik ini, tidak semuanya dari bambu bekas.