Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Masuk ke Gua Istana Bertemu Dua Orang Bersemedi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

SETELAH mengunjungi situs jati papak, perjalanan  kami lanjutkan dengan masuk ke Alas Purwo. Tapi sebelumnya, harus kembali ke jalan simpang empat di Pasar Anyar, Desa Kalipahit, Kecamatan Tegaldlimo, dengan jarak sekitar 6,5 kilometer.

Seperti saat berangkat, jalur yang dilewati berupa jalan yang penuh lubang dan pepohonan. Setiba di jalan simpang empat Pasar Anyar, kami melanjutkan perjalanan ke selatan dengan tujuan Pantai Trianggulasri dengan jarak sekitar 15 kilometer.

Meski di jalan yang dilewati tidak ada pepohonan seperti ke situs jati papak, tapi medan yang ditempuh lebih parah. Sepanjang jalan penuh dengan kubangan yang cukup dalam. “Alas Purwo itu cukup terkenal, tapi kok jalannya  tidak diperbaiki,” cetus Achmad  Fikri AF, direktur LKIS Jogjakarta  sambil mengendalikan setir mobilnya.

Dua kilometer pertama masuk   ke Alas Purwo, masih berada di tengah perkampungan. Tapi jalannya rusak parah. Karena malam sebelumnya baru turun hujan, di setiap kubangan yang ada di jalan itu penuh  dengan lumpur.  Jalan yang rusak itu, hingga memasuki kilometer ketujuh.

Meski jalan rusak, kami mencoba menikmati perjalanan sambil melihat  pemandangan pohon jati dan mahoni yang tumbuh dengan besar di kanan dan kiri jalan. Suara  burung yang bersahutan, membuat perjalanan sedikit terhibur. Bila musim kemarau, rusa dan  burung merak biasanya banyak berseliweran di sepanjang jalan  menuju ke tengah hutan itu. Tapi,  kali ini kami tidak beruntung.

Tidak  ada satupun satwa yang dilindungi  terlihat. Bila ada, hanya ayam hutan yang langsung menghilang ke semak-semak. “Ayam hutan itu bagus sekali,” kata Fikri.  Memasuki kilometer kedelapan,  perjalanan mulai nyaman. Jalan di  tengah hutan itu, baru selesai diperbaiki dengan aspal hotmik.

Tapi  baru menikmati perjalanan, kami  harus berhenti dengan melapor ke  Pos Rowobendo, sekaligus membayar tiket masuk. “Bayar juga ya,” ujar  Fikri sambil cenge nge san. Dari Pos Rowobendo perjalanan sangat lancar dengan jalan yang mulus. Jalan yang baru diperbaiki  itu, sampai di Pantai Trianggulasri.

Kami tidak ke Pantai Trianggulasri,  tapi langsung menuju ke Sadengan,  padang savanna yang dibuat tempat untuk satwa. Lagi-lagi, kami memang tidak beruntung. Setiba di Sadengan,  yang ada hanya gerombolan banteng. Burung merak yang biasanya  banyak ditemukan di lokasi menara  intai, hanya muncul beberapa ekor  dengan jarak cukup jauh.

“Bulu merak bulunya lagi rontok,” terang salah satu petugas TNAP yang  mencoba menjelaskan. Puas menikmati Sadengan, kami  melanjutkan ke Pantai Pancur. Di  tempat ini, semua pengunjung Alas Purwo akan berkumpul. Dan dari  tempat itu pula, beberapa lokasi  wisata dan tempat keramat ditempuh.

Mulanya, kami ingin ke Pantai Plengkung yang sudah mendunia  itu. Tapi, niatan itu terpaksa diurungkan karena harus menyewa mobil yang telah disediakan. “Tidak  boleh bawa mobil sendiri, harus  menyewa mobil dengan biaya Rp 250 ribu,” kata Yudha, salah satu  petugas di Pantai Pancur.

Gagal ke Pantai Plengkung, perjalanan dilanjutkan ke misi awal, tempat keramat. Pilihan jatuh pada  Gua Istana. Jarak dari Pantai Pancur  ke gua istana, itu sekitar dua kilometer dan harus dilalui dengan  jalan kaki. “Ayo kita bareng-bareng  ke gua istana,” ajak seorang ibu  muda bersama rombongannya.

Gua istana memang cukup dikenal. Di tengah Alas Purwo itu sebenarnya banyak gua yang dikeramatkan, selain gua istana ada gua  padepokan, gua mayangkoro, dan lainnya. Di banding beberapa tahun lalu, jalan menuju ke gua istana ini sekarang sudah lumayan  bagus dengan diberi bebatuan. Padahal dulunya, berupa tanah dan sangat licin bila turun hujan.

Dua kilometer berjalan menuju  ke gua istana, memang cukup  lumayan bagi yang tidak biasa  jalan kaki. Apalagi, jalannya sering menanjak. Tapi dengan sambil  bergurau, semuanya juga tidak  terasa. “Airnya jernih sekali,” cetus Fikri saat menemui aliran di sekitar jalan menuju ke gua istana.

Jalan kaki menuju ke gua istana ini juga cukup mengasikkan. Di sepanjang perjalanan disuguhi aneka jenis tanaman bambu. Selain itu,  di tengah hutan itu juga ada pepohonan yang berukuran sangat besar. “Nah itu gua istana sudah terlihat,”   kata ibu muda sambil bersorak.

Gua istana berada di atas bukit.  Tapi, untuk menuju ke gua yang  dikenal paling keramat di Alas Purwo  itu, telah dibuatkan undakan. “Ayo  kita masuyk bareng-bareng,” cetus  ibu muda yang mengaku sedang  hamil itu. “Masak kalah sama aku yang hamil,” katanya pada salah  satu temannya yang sedang digandeng oleh suaminya.

Memasuki gua istana, aroma kemenyan mulai terasa. Dengan  menggunakan lampu penerangan  dari hand phone (HP), kami mencoba masuk menyusuri jalan yang  sedikit licin. Baru berjalan sekitar  lima meter, kami terhenti karena  melihat ada dua orang yang duduk  di pojok gua.

“Ada yang sedang  semedi, kita keluar saja biar tidak  menganggu,” ajak seorang lelaki yang ikut masuk dalam rombongan.  Lelaki yang mengaku dari Desa/ Kecamatan Purwoharjo, menyampaikan sudah sering ke Alas Purwo dan gua istana.

Biasanya, orang  yang bersemedi itu jumlahnya  malah cukup banyak. Gua istana  itu, termasuk tempat yang paling banyak dikunjungi. “Ini baru dua orang, biasanya banyak, mereka itu keinginannya macam-macam,”  katanya seraya minta namanya  tidak dikorankan. (radar)