Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Mondar-mandir Gara-gara KTP

LANSIA: Nenek-nenek yang akan mengurus e-KTP naik pikap ke kantor Kecamatan Kabat kemarin.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
LANSIA: Nenek-nenek yang akan mengurus e-KTP naik pikap ke kantor Kecamatan Kabat kemarin.

Naik Pikap Bayar Rp 3.000

BANYUWANGI – Masih ada saja warga yang kerepotan saat mengurus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di kantor kecamatan. Mereka yang sudah datang ke kantor kecamatan terpaka harus pulang lagi ke rumah gara-gara tidak membawa KTP lama. Seperti yang dialami pasangan Mariono, 64, dan Alima, 67, Warga Desa Bunder, Kecamatan Kabat.

Pasangan suami istri (pasutri) berusia lanjut tersebut harus pulang lagi untuk mengambil KTP lama. Sebab, ada kesalahan data pada komputer. “Di komputer tertulis agama saya Hindu, padahal saya (beragama) Islam,” cetus Alima. Alima sudah menjelaskan hal tersebut kepada petugas perekam e-KTP. Petugas sudah diberi tahu bahwa dirinya benar-benar muslim.

Bahkan, perangkat desa di kantor kecamatan itu juga menguatkan keterangan tersebut. “Ternyata petugas tetap tidak mau. Saya disuruh pulang untuk mengambil KTP lama,” ungkapnya. Sambil menahan napas, Alima terpaksa pulang lagi. Padahal, dia datang ke kantor kecamatan bersama warga kampung dengan cara naik pikap.

Mereka membayar Rp 3,000 per orang untuk ongkos pi kap tersebut. Bila harus pulang dan kembali ke kantor kecamatan lagi, Alima harus mengeluarkan uang trans port lagi. “Saya dan bapak be rangkat habis Rp 6.000. Kalau harus kembali, yabayar Rp 6,000 lagi. Jadi semakin banyak ba yarnya,” jelasnya.

Secara terpisah, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Banyuwangi, Sudjani, meminta semua petugas perekam e-KTP ti dak mempersulit warga. “KTP tidak perlu dibawa saat perekaman e-KTP,” katanya. Dalam melakukan perekaman e-KTP, jelas Sudjani, sudah ada surat panggilan yang ditertibkan Dispendukcapil Banyuwangi.

Dalam surat panggilan itu, sudah dilengkapi nomor induk ke pendudukan (NIK). “Yang pen ting NIK,” ungkapnya. Menurut Sudjani, bila ada per bedaan NIK di KTP lama dan NIK yang tertera dalam su rat panggilan, maka yang di gunakan adalah NIK di surat pang gilan. Warga tidak perlu mem buat KTP baru yang sesuai NIK di surat panggilan.

“Bila ada perangkat desa yang minta warga membuat KTP baru, itu tidak benar. Jangan mem persulit warga,” tegasnya. Terkait data Har iono dan Ali ma yang berbeda dengan data dalam komputer, Sudjani menyebut bahwa itu sebenarnya tidak harus terjadi. “Kalau ada kesalahan data da lam komputer, yalangsung diganti saja,” katanya.

Dengan nada serius Sudjani menyebut, perekaman e-KTP sebenarnya tidak per lu di persulit. Asal tidak meng gan ti NIK, se benarnya bisa di selesaikan dengan mudah. “Kalau dalam surat panggilan tidak ada NIK, itu baru masalah,” cetusnya. (radar)