Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Taklukkan Selat Bali Hanya 20 Menit

JOKiANDAL; Gunawan memainkan layar didampingi seorang pendayung dalam lomba perahu layar di Pantai Waruçioyong. Kelurahan Buiusan. Kalipuro. Rabu kemarin (16/11).
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Gunawan memainkan layar didampingi seorang pendayung dalam lomba perahu layar di Pantai Warudoyong, Kelurahan Bulusan, Kalipuro, Rabu kemarin (16/11).

Selat Bali yang terkenal memiliki arus bawah sangat kuat tidak menciutkan nyali para joki perahu layar tradisional. Berbekal dayung serta layar yang berukuran 7×4 meter, mereka dengan mudahnya menaklukkan selat yang menghubungkan Jawa dan Bali tersebut.

KRIDA HERBAYU, Kalipuro

DERASNYA arus Selat Bali menjadi tantangan tersendiri bagi para joki perahu layar tradisional. Mereka mampu bolak-balik menyrbrrangi Selat Bali hanya dalam kurun waktu 20 menit saja. Start dari Pantai Warudoyong, sampai Gilimanuk balik lagi ke lokasi start.

Kepiawaian para joki mengendalikan perahu layar tradisional tidak di dapatkan secara instan. Kebanyakan dari mereka merupakan nelayan yang setiap hari mencari ikan di Selat Bali dan sekitarnya.

Bakat mengendalikan perahu layar tradisional juga didapatkan secara turun-temurun.  Itu yang  dirasakan Gunawan, 19, warga Kelurahan Bulusan Utara, Kalipuro. Gunawan sejak kecil sudah ikut mengarungi ganasnya Selat Bali saat diajak sang ayah mencari ikan di laut.

Lama-kelamaan alumni SMKN 1 Kalipuro tersebut mahir mengendalikan perahu tradisional milik ayahnya. Setelah berkali-kali menjajal ganasnya Selat Bali, Gunawan memberanikan diri untuk ikut di ajang perlombaan perahu layar tingkat desa tersebut.

Rupanya Dewi Fortuna mengiringi bakathnya menjadi joki perahu layar. Dia mulai mengumpulkan piala penghargaan dari beberapa perlombaan perahu layar. “Awal saya mengikuti lomba perahu layaraan mendapatkan juara pertama di Pantai Tanjung  tahun 2015,” ujar anak pertama dari dua bersaudara itu.

Menjadi joki perahu layar tradisional membuat dia bangga. Selain hadiah yang menggiurkan, menjadi juara bisa membanggakan orang tua. Sebab, hadiah lomba tersebut bisa untuk membantu ekonomi keluarga.

Saat mengikuti lomba perahu layar, Gunawan mengaku tidak punya kiat-kiat khusus untuk menjadi juara. Dia hanya yakin dengan kemampuannya dalam mengarungi Selat Bali. Keberanian merupakan kunci utama dalam menjadi joki perahu layar tradisional.

Selama dua tahun menjadi joki perahu layar, Gunawan sudah berhasil mendapatkan tiga trofli juara. “Saya ingin terus menjadi joki karena selain bisa membuat bangga orang tua juga bisa membuat bangga kampung saya,” paparya.

Keseharian Gunawan saat ini adalah membantu ayahnya mencari ikan. Selain bisa sedikit meringankan beban orang tua, mencari ikan di laut juga semakin menambah pengalaman dalam menaklukkan ganasnya ombak di perairan selat Bali.

Lomba perayu layar bukan hanya ajang siapa yang menjadi juara pertama. Namun lebih kepada adu gengsi dan mempertaruhkan nama kampung nelayan, tempat masing-masing joki tinggal.

Suara sorak-sorai saat perlombaan berlangsung membuat adrenalin Gunawan semakin terpacu. Ganasnya arus perairan Selat Bali tidak membuat ciut nyali. Sebab, Selat Bali sudah menjadi “tempat bermain” sejak kecil. “Selama masih hidup saya akan terus mengikuti lomba perahu layar yang diadakan di Selat Bali,” tegasnya.

Gunawan mengaku pernah menaklukkan Selat Bali dalam  waktu 17 menit saja. Berkat bantuan angin kencang, perahu layar yang dia joki melaju cepat. “Jika anginnya mendukung untuk bisa mengarungi selat Bali tidak butuh waklu lama,” ungkap Gunawan.

Ditanya uang hasil prestasinya tersebut, Gunawan mengaku diberikan kepada orang tuanya. Selain untuk memperbaiki perahu yang diberi nama ”Jurang Penatas, uang yang didapatkan dari perlombaan tersebut dia berikan kepada orang tuanya. “Itung-itun bisa bantu orang tua,” ujarnya. (radar)